PERLAKUAN SEMENA-MENA TENTARA JEPANG DI ASIA
Pada masa pendudukan Jepang (Dai Nippon) sekitar 200.000-400.000 perempuan Asia berusia 13 hingga 25 tahun dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang. Para perempuan itu direkrut dengan cara halus dengan dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja rumah tangga, pelayan rumah makan hingga dengan cara kasar dengan meneror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarga.
Pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang “Ianfu” sebagai korban perbudakan seksual tentara Jepang masihlah minim. “Ianfu” masih banyak dipahami sebagai wanita penghibur, pada kenyataannya “Ianfu”merupakan praktek perbudakan seksual yang brutal, terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan perang.
Baca Selanjutnya
LATAR BELAKANG
Diskusi, Pameran Foto dan Pemutaran film digelar pertama kalinya di kota Solo sebagai penghargaan terhadap Tuminah, penyintas pertama yang berani bersaksi ke publik dengan menyatakan dirinya sebagai korban perbudakan seksual militer Jepang pada tahun 1992. Dr. Koichi Kimura seorang teolog dari Jepang yang pertama kali mendengar kesaksian Tuminah sebelum Koran Suara Merdeka memuatnya dalam artikel bersambung pada tahun yang sama. Tema Nona Djawa, merupakan tulisan yang diangkat Jo Cowtree, seorang penulis dan seniman yang bermukim di New York City melalui pengalaman penelitian EkaHindra, seorang peneliti independen yang telah melakukan penelitian mengenai “Ianfu” sekitar 14 tahun (1999-sekarang) yang menyatakan bahwa sebagian besar perempuan-perempuan muda yang direkrut paksa sebagai “Ianfu” serta ditempatkan di ianjo-ianjo (rumah bordil yang dibangun oleh militer Jepang) yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia berasal dari pulau Jawa.
Pameran Nona Djawa menghadirkan EkaHindra (Jakarta), Peneliti independen yang telah menulis buku Momoye; Mereka Memanggilku bersama Dr.Koichi Kimura (2007), Japanese Militarism & its War Crimes in Asia Pacific Region (2002) dan Nona Djawa bersama Jo Cowtree (dalam proses finalisasi), Ivan Meirizio (Sineas), Becky Karina (Sineas), Meicy Sitorus (Fotografer).
Wajib Di Baca :
http://radarlampung.co.id/read/radar/berita-foto/25468-potret-tragis-wainem-dan-para-budak-nafsu-tentara-jepang
Pada masa pendudukan Jepang (Dai Nippon) sekitar 200.000-400.000 perempuan Asia berusia 13 hingga 25 tahun dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang. Para perempuan itu direkrut dengan cara halus dengan dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja rumah tangga, pelayan rumah makan hingga dengan cara kasar dengan meneror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarga.
Pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang “Ianfu” sebagai korban perbudakan seksual tentara Jepang masihlah minim. “Ianfu” masih banyak dipahami sebagai wanita penghibur, pada kenyataannya “Ianfu”merupakan praktek perbudakan seksual yang brutal, terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan perang.
Baca Selanjutnya
LATAR BELAKANG
Diskusi, Pameran Foto dan Pemutaran film digelar pertama kalinya di kota Solo sebagai penghargaan terhadap Tuminah, penyintas pertama yang berani bersaksi ke publik dengan menyatakan dirinya sebagai korban perbudakan seksual militer Jepang pada tahun 1992. Dr. Koichi Kimura seorang teolog dari Jepang yang pertama kali mendengar kesaksian Tuminah sebelum Koran Suara Merdeka memuatnya dalam artikel bersambung pada tahun yang sama. Tema Nona Djawa, merupakan tulisan yang diangkat Jo Cowtree, seorang penulis dan seniman yang bermukim di New York City melalui pengalaman penelitian EkaHindra, seorang peneliti independen yang telah melakukan penelitian mengenai “Ianfu” sekitar 14 tahun (1999-sekarang) yang menyatakan bahwa sebagian besar perempuan-perempuan muda yang direkrut paksa sebagai “Ianfu” serta ditempatkan di ianjo-ianjo (rumah bordil yang dibangun oleh militer Jepang) yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia berasal dari pulau Jawa.
Pameran Nona Djawa menghadirkan EkaHindra (Jakarta), Peneliti independen yang telah menulis buku Momoye; Mereka Memanggilku bersama Dr.Koichi Kimura (2007), Japanese Militarism & its War Crimes in Asia Pacific Region (2002) dan Nona Djawa bersama Jo Cowtree (dalam proses finalisasi), Ivan Meirizio (Sineas), Becky Karina (Sineas), Meicy Sitorus (Fotografer).
Wajib Di Baca :
http://radarlampung.co.id/read/radar/berita-foto/25468-potret-tragis-wainem-dan-para-budak-nafsu-tentara-jepang
Alasan Jepang Menyerang Pearl Harbour
Pada 7 Desember 1941, angkatan udara Jepang mengebom bardir armada Amerika Serikat (AS) di pelabuhan Pearl Harbor, Hawaii. Ratusan pesawat tempur Jepang memuntahkan bom dan torpedonya ke ratusan kapal AS yang bersandar di Pulau Oahu, Hawaii tersebut.
Serangan pertama Jepang ke Pearl Harbor dimulai pukul 07.55 pagi dan berlangsung selama 35 menit. Selang satu jam kemudian, ratusan pesawat Jepang kembali mengebom pangkalan tersebut selama satu jam.
Menurut stasiun televisi BBC, alhasil lebih dari 2400 tentara Amerika tewas, di mana 1000 di antaranya tenggelam bersama kapal perang USS Arizona yang hancur dibom. Serangan tersebut juga menghancurkan lima kapal perang besar yang lain, 112 kapal kecil, dan 164 pesawat udara.
Tiga kapal induk Amerika berhasil lolos karena pada saat pengeboman berlabuh di tempat lain.
Inilah kapal Amerika yang ada saat terjadinya penyerangan tersebut.
Lantas mengapa Jepang menyerang Pearl Harbour secara membabi buta?
Karna Presiden AS waktu itu Theodore W Rosselvedt menandatangani sebuah perintah eksekutif yang tidak diterbitkan (rahasia) pada Mei 1940 mengijinkan personel militer AS untuk mundur dari tugas, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam operasi terselubung di Cina sebagai "American Volunteer Group" (AVG), juga dikenal sebagai Harimau Terbang Chennault. Selama periode tujuh bulan, kelompok Harimau Terbang berhasil menghancurkan sekitar 600 pesawat Jepang, menenggelamkan sejumlah kapal Jepang, dan menghentikan invasi Jepang terhadap Burma. Dengan adanya tindakan Amerika Serikat dan negara lainnya yang memotong ekspor ke Jepang, maka Jepang merencanakan serangan terhadap Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 tanpa peringatan deklarasi perang; sehingga mengakibatkan kerusakan parah pada Armada Pasifik Amerika.
Sehari setelah serangan ke Pearl Harbor, Presiden AS Franklin Roosevelt memaklumkan perang terhadap Jepang. Namun hancurnya armada AS di Pearl Harbor membuat invasi Jepang ke Asia Tenggara tidak terbendung lagi. Hanya dalam waktu kurang dari satu tahun, hampir seluruh wilayah Asia Pasifik jatuh ke tangan Jepang. Serangan Jepang di Pearl Harbor menjadi pemicu keterlibatan militer AS dalam Perang Dunia Kedua, baik di Eropa maupun di Pasifik.
Inilah yang telah menyebabkan Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hirosima dan Nagasaki. Karena Amerika merasa tidak pernah membuat kesalahan apapun terhadap Jepang, namun mengapa Jepang sampai begitu keji menyerang dan membunuh begitu banyak tentara Amerika.
Sekalipun serangan itu sukses, Panglima Armada Jepang Yamamoto berkata kepada sesama perwira, "Kita telah membangunkan raksasa tidur dan membuatnya marah..."
Peristiwa Pengeboman Hiroshima Nagasaki
Serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki adalah serangan nuklir selama Perang Dunia II terhadap kekaisaran Jepang oleh Amerika Serikat atas perintah Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman. Setelah enam bulan pengeboman 67 kota di Jepang lainnya, senjata nuklir "Little Boy" dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan pada tanggal 9 Agustus 1945, dijatuhkan bom nuklir "Fat Man" di atas kota Nagasaki. Kedua tanggal tersebut adalah satu-satunya serangan nuklir yang pernah terjadi.
Bom atom ini membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom.Pada kedua kota, mayoritas yang tewas adalah penduduk.
Enam hari setelah dijatuhkannya bom atom di Nagasaki, pada 15 Agustus, Jepang mengumumkan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, menandatangani instrumen menyerah pada tanggal 2 September, yang secara resmi mengakhiri Perang Pasifik dan Perang Dunia II. (Jerman sudah menandatangani menyerah pada tanggal 7 Mei1945, mengakhiri teater Eropa.) Pengeboman ini membuat Jepang sesudah perang mengadopsi Three Non-Nuclear Principles, melarang negara itu memiliki senjata nuklir.
Adapun persitiwanya :
Pada tanggal 6 Agustus 1945, Amerika Serikat mengirimkan 2 buah pesawat jenis B-29 superfoster yang membawa bom atom "Little Boy" dari markas Amerika di Filipina. Pesawat ini bernama "Engola Gay". Bom dengan massa 55 ton ini dibawa ke Hiroshima untuk dijatuhkan. Tepat pukul 9.00 pagi, pesawat ini menjatuhkan bom atom dengan daya ledak 50 km2. Dibandingkan dengan bom atom Litle Boy, bom Fat Man jauh lebih besar daya ledak dan massanya. Bom ini dijatukan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Daya ledak hingga 100 km2,dan massanya 105 ton.
Bom atom ini membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom.Pada kedua kota, mayoritas yang tewas adalah penduduk.
Enam hari setelah dijatuhkannya bom atom di Nagasaki, pada 15 Agustus, Jepang mengumumkan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, menandatangani instrumen menyerah pada tanggal 2 September, yang secara resmi mengakhiri Perang Pasifik dan Perang Dunia II. (Jerman sudah menandatangani menyerah pada tanggal 7 Mei1945, mengakhiri teater Eropa.) Pengeboman ini membuat Jepang sesudah perang mengadopsi Three Non-Nuclear Principles, melarang negara itu memiliki senjata nuklir.
Adapun persitiwanya :
Pada tanggal 6 Agustus 1945, Amerika Serikat mengirimkan 2 buah pesawat jenis B-29 superfoster yang membawa bom atom "Little Boy" dari markas Amerika di Filipina. Pesawat ini bernama "Engola Gay". Bom dengan massa 55 ton ini dibawa ke Hiroshima untuk dijatuhkan. Tepat pukul 9.00 pagi, pesawat ini menjatuhkan bom atom dengan daya ledak 50 km2. Dibandingkan dengan bom atom Litle Boy, bom Fat Man jauh lebih besar daya ledak dan massanya. Bom ini dijatukan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Daya ledak hingga 100 km2,dan massanya 105 ton.
Foto-Foto Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki :
Sumber : http://1.bp.blogspot.com |
Di Balik Keputusan Mengebom Hiroshima-Nagasaki
Tatkala merancang bom maut ini, Dr Robert Oppenheimer ingat sepenggal kalimat dalam buku Bhagavad Gita.“…Apabila sinar dari seribu Matahari serentak memecah ke langit, maka seperti itulah kemegahan Sang Perkasa Tunggal…. Aku adalah Kematian, Penghancur Alam Semesta”. Di balik pemusnahan kedua kota, sesungguhnya Presiden Harry S. Truman sendiri yang menjadi alat dan sekaligus korban dari bom atom kerena jepang sebetulnya sudah kalah. Pertempuran berdarah-darah untuk merebut Okinawa baru berakhir. Pasukan Marinir dan AD AS yang berjumlah lebih dari 180.000 orang mendarat di pulau yang terletak 350 mil barat daya Jepang itu pada 1 April 1945, dan baru berhasil mematahkan perlawanan sengit terakhir Jepang pada 21 Juni. Sekitar 7.000 pasukan penyerbu termasuk salah seorang panglimanya, Jenderal Simon B. Buckner tewas. Lebih dari itu 5.000 pelaut juga tewas dalam pertempuran di laut sekitar pulau tersebut. Di lain pihak Jepang kehilangan 70.000 tentara dan 80.000 penduduk. Nah, sesudah Okinawa direbut, Washington selanjutnya memikirkan langkah untuk menaklukkan Jepang. Pimpinan militer AS menugaskan Jenderal Douglas MacArthur dan Laksamana Chester Nimitz untuk merancang dan menyiapkan serbuan terhadap daratan Jepang. Namun yang terjadi, pimpinan AD dan AL AS ternyata punya strategi berbeda. Pihak AL berpendapat, sasaran utama selanjutnya adalah menguasai pantai China bagian selatan. Dari situ bombardemen serta blokade terhadap Jepang dapat dilakukan secara efektif. Mereka yakin dengan tekanan itu Jepang akan takluk tanpa harus melakukan invasi yang dikhawatirkan akan menelan korban luar biasa besar. Pasalnya, kalau di Okinawa saja korban tentara AS sudah begin’ tinggi, apalagi di daratan Jepang di many posisi pertahanan Jepang jauh lebih kuat dan menguntungkan.Tetapi sebaliknya, para ahli strategi AD termasuk MacArthur menganggap usul AL itu tidak menjamin keberhasilan. Mereka mengatakan strategi itu hanya akan mengulur waktu peperangan sampai hertahun-tahun lagi, meskipun diakui pengeboman terus-menerus terhadap Jepang akan mengurangi korban di pihak Amerika. Namun bombardemen saja tidaklah menjamin Jepang akan takluk, sebagaimana telah dibuktikan oleh Jerman Nazi yang tidak juga terkalahkan hanya dengan pengeboman yang bahkan lebih hebat daripada yang bisa dilakukan terhadap Jepang. MacArthur mendesak agar dilancarkan operasi pendaratan di Kyushu, pulau paling selatan di Jepang, lalu dilanjutkan invasi ke pulau utama Honshu. Serbuan ke Kyushu dengan kode Operasi Olympic direncanakan akan dilakukan pada musim gugur 1945. Sedang serangan ke Honshu lewat Operasi Coronet dijadwalkan pada Maret 1946. Untuk invasi ke Honshu disiapkan 767.000 pasukan darat dan marinir, termasuk dua divisi yang akan didaratkan di Pulau Shikoku sebagai pengalih perhatian. Diperhitungkan apabila di Okinawa jumlah korban di pihak penyerbu mencapai 35 persen, maka serbuan ke Kyushu ditaksir akan mengorbankan sekitar 268.000 pasukan AS. Pihak Jepang sendiri telah memperhitungkan kemungkinan invasi tersebut. Mereka lalu mempersiapkan segala sesuatu untuk mempertahankan pulau-pulaunya. Di Kyushu disiagakan 14 divisi dan lima brigade independen dengan jumlah pasukan sebanding dengan pihak penyerbu. Pimpinan militer Jepang pun menyerukan setiap orang dewasa yang mampu, balk prig maupun wanita, “untuk siap dipanggil ikut dalam pertempuran, serta rela mengorbankan jiwa dalam serangan bunuh diri terhadap pasukan musuh.” Dalam sebuah penelitian pada September 1944, pihak AD AS menyimpulkan, bahwa pendaratan di Jepang adalah “lebih sulit dan lebih membahayakan dibandingkan invasi Normandia, D-Day di Eropa.”
Soal menyerah tanpa syarat
Penyebab pokok mengapa Jepang seperti halnya juga Jerman Nazi tidak bersedia menyerah lebih awal, menurut para pengamat, adalah adanya tuntutan “menyerah tanpa syarat” yang diajukan Presiden Roosevelt di Casablanca. Tuntutan ini hanya membuat perlawanan Jerman maupun Jepang bertambah gigih karena tidak ada harapan atau alternatif lain untuk mengakhiri perang dengan syarat yang lebih bails. Khusus bagi Jepang, tuntutan menyerah tanpa syarat itu diartikan tidak ada jaminan bahwa sistem kekaisaran serta kaisarnya sendiri akan dipertahankan, padahal kepada lembaga inilah kesetiaan orang Jepang termasuk para pemimpinnya merupakan hal yang paling utama.Hasil jajak pendapat umum di AS menunjukkan sebagian besar orang Amerika menginginkan kaisar dicopot, bahkan harus dihukum mati. Namun itu dipahami oleh kalangan pemerintahan AS sendiri sebagai sikap emosional dan tidak memahami budaya bangsa Jepang. Para pakar di Deplu mengusulkan dipertahankannya sistem kekaisaran sesudah perang, karena sistem ini akan menjadi unsur stabilitas dalam reformasi Jepang pasca perang. Para pemimpin militer AS pun berpendapat serupa. Bahkan ikut mengusulkan perubahan rumusan tuntutan menyerah terhadap Tokyo dengan tambahan pernyataan tetap mempertahankan kaisar serta sistem kekaisaran. Namun kalangan penasihat Presiden Harry S. Truman yang menggantikan Roosevelt yang meninggal dunia pada 12 April 1945, berpendapat lain. Mereka menentang modifikasi persyaratan menyerahnya Jepang, antara lain dengan alasan karena rakyat AS umumnya juga membenci kaisar Jepang dan menghendaki Jepang bertekuk lutut tanpa syarat apa pun. Apabila Truman sampai menyetujui perubahan persyaratan itu, maka hal itu justru akan merugikan posisinya sendiri di hadapan rakyatnya. Truman pun terombangambing. Sementara itu di Jepang sendiri, sejumlah elite di kalangan pemerintah juga menyadari risiko dan bahayanya apabilaperang terus dilanjutkan.Munculnya kesadaran ini terutama baru setelah kabinet perang pimpinan PM jendral Hidiki Tojo jatuh pada juli 1944.Kabinrt baru pimpinan jendral (purn) Kuniaki Kosiko di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang menginginkan perang segera diahiri,seperti Laksamana Mitsumasa Yonai.Namun pendekatannya tidak membuahkan hasil,dan pada April 1945 kabinet berangkat lagi dengan PM Laksamana (pirn) Kantaro Suzuki.sebagai menteri luar negri,ia mengangkat shigemori Togo,seorang tokoh pengecam perang dan militerisme yang paling vokal. Pemerintahan suzuki melanjutkan upaya diam-diam pemerintahan seblumnya untuk mendekati Uni sovt, yang ketika itu masih netral dalam peperangan dikawasan Pasifik.Tokyo mengharapkan jasa baik Moskow agar bersedia menjadi perantara Ke sekutu untuk memperoleh syarat yang lebih baik dalam memgakhiri perang.Untuk itu jepang bersedia membalas jasa uni soviet dengan memberi konsesi ekonomi maupun memberi wilayah Timur jauh.Namun pimpinan soviet, Josef setain mengetahui kondisi jepang yang sudah terpepat itu.Ia pun mengulur-ulur waktu sembari menunggu saat yang tepat untuk bertindak guna keuntunganya sendiri di timur jauh. Kaisar Hirohito yang juga menyadari kegentingan keadaan,pada 22 juni 1945 mengundang PM,Menku, dan pimpinan militer ke istananya. kaisar mengambil inisiatif dengan mendesak para pimpinan pemerintah danmiliter untuk berusahamengahiri peperangan melalui diplomatik. Desakan kaisar ini memang membawa hasil,kerena bakan mentri peperangan maupun kepala staf tentera walaupun dengan berat hati,akhirnya setuju menyelesaikan perangmelalui meja perundingan.Usaha mendekati Uni sofiet pun ditingkatkan melalui Dubes Naotake di Moskow. Dr Robert Oppenheimer yang timnya merancang dan membuat born tersebut di Los Alamos, menyaksikan uji coba peledakan tersebut dari jarak 10.000 yard dalam tempat perlindungan khusus. Ia menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya sifat dan bentuk ledakan tersebut. Oppenheimer yang pernah mempelajari bahasa Sansekerta di Universitas Harvard, langsung teringat beberapa kalimat dari kitab Bhagavad Gita: “…Apabila sinar dari seribu Matahari serentak memecah ke langit, maka seperti itulah kemegahan Sang Perkasa Tunggal Aku adalah Kematian, Penghancur Alain Semesta” Tatkala peledakan born atom ini terjadi, Presiden Truman sedang bertemu dengan PM Inggris Winston Churchill dan pemimpin Soviet Stalin di Postdam, di pinggiran kota Berlin. Truman dilapori keberhasilan itu, dan menurut ingatan Churchill, sontak Truman menunjukkan perubahan sikap setelah mengetahui bahwa negaranya kini memiliki bona atom. Truman yang semula dalam kesulitan menghadapi Stalin mengenai soal Eropa Timur pasta perang, lalu berubah menunjukkan sikap lebih percaya diri dan lebih tegas dalam perundingan tersebut. Menjelang akhir perundingan, tanpa menyebut istilah nuklir atau atom, Truman sepintas memberitahu Stalin bahwa “kami kini telah mempunyai senjata baru yang memiliki kemampuan menghancurkan luar biasa.” Stalin yang diam-diam sebenarnya telah mengendus apa yang dikerjakan AS, mampu menutupi kekagetannya dan hanya berkomentar hendaknya AS dapat memanfaatkan senjata itu dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi Jepang. Namun setelah itu Stalin pun langsung buru-buru menghubungi Moskow dan memerintahkan para ilmuwan Soviet untuk segera, dan dengan segala cara, menghasilkan senjata pemusnah serupa! Apabila AS semula mengharapkan dan menghendaki Uni Soviet segera melibatkan diri dalam perang terhadap Jepang, maka kini setelah memiliki born atom, Washington pun berpandangan lain. Tadinya bantuan dari Soviet amat diperlukan untuk mengurangi tekanan Jepang terhadap Sekutu di Asia Tenggara dan Pasifik. Namun ketika itu Moskow punya alasan untuk tidak memerangi Jepang karena dia sendiri sedang bertahan matimatian terhadap serbuan Jerman Nazi. Dengan bom atom, AS kini bisa berharap dapat mempercepat selesainya peperangan dengan Jepang tanpa keikutsertaan Uni Soviet. Para ahli strategi AS sendiri khawatir, keterlibatan Soviet melawan Jepang hanya akan menimbulkan komplikasi di kemudian hari seusai perang.
Persiapan dan kondisi Jepang
Sementara itu sejak Maret 1945 Jepang terus menerus didera pengeboman oleh kekuatan udara AS yang mengerahkan pesawat-pesawat pengebom berat B-29 Flying Fortress. Setiap kali serangan, Panglima Komando Pengebom Amerika Jenderal Curtis LeMay mengerahkan sekitar 500 pesawat. Perlawanan dari pesawat pemburu atau meriam penangkis udara Jepang tidak berarti, sehingga pengeboman dapat dilakukan leluasa, berpindah-pindah sasaran dari satu kota ke kota yang lain. Kehacuran industri dan kota-kota di Jepang luar biasa, lebih-lebih mengingat struktur bangunan penduduk umumnya dari kayu yang mudah terbakar. Kota Nagoya telah berubah menjadi kota puing-puing. Ibukota Tokyo sendiri mengalami serangan udara besar dengan born bakar, sehingga puluhan mil persegi kota itu rata dengan tanah. Badai api akibat pengeboman pada 9-10 Maret menewaskan sedikitnya 87.000 penduduk sipil. Khusus untuk serangan ke Tokyo, penerbang-penerbang AS telah diinstruksikan untuk menjauhi kompleks Istana Kaisar. Sekalipun demikian tak wrung sebagian dari istana ikut terjilat api karena hebatnya kebakaran di sekitarnya. Beberapa hari kemudian LeMay menyerang kota Yokohama, dan tatkala ke-517 pesawat penyerang telah pergi, maka 85 persen kota tersebut masih berkobar hebat. Setelah Tokyo dan Yokohama ludes, sasaran pindah ke Osaka dan Kobe dengan hasil serupa. Hanya Kyoto saja yang tidak pernah diserang mengingat nilainya yang tinggi sebagai kota pusat kebudayaan. Dan rangkaian serangan udara tersebut, lebih dari seratus mil persegi kawasan kota-kota besar Jepang rata dengan tanah, sepertiga bangunan gedung hancur, dan sekitar dua juta rumah tinggal musnah dengan akibat 13 juta penduduk kehilangan tempat tinggal. Jumlah korban penduduk sipil sangat besar. Jalur-jalur transportasi juga hancur, sehingga dikhawatirkan hubungan kereta api antar kota segera akan terhenti, dan ini berarti distribusi barang kebutuhan pun mandek. Dihajar seperti itu, Jepang pun “sempoyongan”, namun tidak juga terjatuh. Barang atau materi untuk kebutuhan perang maupun kehidupan sehari-hari semakin langka. Bahan bakar minyak, baja, aluminium, dan sebagainya semakin terbatas. Rakyat pun diminta untuk menyuling minyak dari akar pohon pinus. Penduduk kota-kota yang paling terpukul juga mulai kekurangan makanan. Sehingga setiap hari Minggu, banyak dari mereka datang ke pedesaan sekitar, menukarkan barang berharga mereka seperti perhiasan, pakaian, dan sebagainya dengan sayur mayur, beras, kentang dan lain-lainnya yang dihasilkan petani. Dalam keadaan demikian, di kalangan pemerintahan dan tokohnya timbul sikap mendua. Di satu pihak menginginkan pengakhiran perang, namun dengan persyaratan yang lebih baik dibandingkan menyerah tanpa syarat seperti yang dituntut Sekutu. Tetapi di lain pihak, mereka tetap bersiap diri menghadapi invasi AS. Jepang masih berharap bisa memperoleh satu saja kemenangan besar sehingga nantinya dapat mengakhiri peperangan dengan lebih terhormat. Dewan tertinggi yang kini memimpin peperangan Jepang dikenal dengan sebutan “Enam Besar”, karena mereka terdiri dari enam tokoh yang didominasi militer, yaitu PM Laks.(purn) Suzuki, Laks. Mitsumasa Yonai selaku menteri AL, Jenderal Korechika Anami sebagai menteri AD, Laks. Soemi Toyoda yang memimpin Staf Umum AL, dan Jenderal Yoshijuri Umezu yang mengepalai Staf Umum AD. Satu-satunya yang sipil adalah Menlu Togo. Dengan komposisi demikian, maka kehendak dan kepentingan militer dapat lebih diakomodasi, sementara PM Suzuki sendiri harus berhati-hati untuk tidak bermusuhan dengan AD yang lebih kuat dan dapat melakukan kudeta. Ia ingat betul pada 1936 nyaris terbunuh dalam peristiwa percobaan kup oleh sekelompok perwira AD. Dewan ini bersama pihak militer merancang Operasi Penentuan atau KetsuGo, yang intinya adalah rencana pertahanan Pulau Kyushu, dengan tujuan mampu memukul mundur penyerbuan pertama musuh. Sekalipun akhirnya memang tidak dapat menahan invasi AS, namun setidaknya pukulan awal yang diberikan Jepang akan menimbulkan kerugian besar bagi AS sehingga membuka kemungkinan pengakhiran perang lewat perundingan.Sementara itu di kalangan tentara pun ada kelornpok yang berpendirian lebih baikfepang hancur iebur daripada harus menyerah kalah!
Perhitungon korban
Deklarasi Postdam diumumkan pada 26 juli.Dalam deklarasi ini memang masih tercantum persyaratan menyerah tanpa syarat, namun hal ini lebih ditujukan terhadap Angkatan Bersenjata jepang.Sedangkan mengenai sistem kekaisaran atau kaisarnya sendiri, deklarasi itu membuka pintu dengan menyebutkan bahwa pemerintahan di jepang akan diserahkan kepada kehendak bebas dari rakyatnya. Deklarasi yang terdiri dari l3 pasal itu ditutup dengan ancarnan jika Pemerintah jepang tidak bersedia mengumumkan penyerahan tanpa syarat seluruh angkatan bersenjatanya, maka alternatifnya adalah penghancuran lebih lanjut negeri jepang. Dubes jepang di Moskow, Naotake Sato berpendapat bahwa persyaratan dari Postdam itu sebenarnya lebih baik dari pada yang telah dipaksakan terhadap jerman Nazi, dan sebaiknya diterirna oleh Tokyo.Namun temyata reaksi dariTokyo terhadap Deklarasi Postdam dingin-dingin saja. PM Suzr,rki bahkan menyatakan “tidak perlu menanggapinya dengan serius.” Berita Lrtama koran The New York Times terbitan 30 fuli pun dengan judul besar-besar menuliskan : ” jepang Resmi Menolak Ultimatum Sekutu”. Dinas intelijen AS menangkap pesan-pesan rahasia jepang yang di satu pihak masih mempersoalkan persyaratan pengakhiran perang yang tampaknya tidak mungkin diterirna oleh AS. Sementara dilain pihak juga tersadap sinyal-sinyal militer jepang yang terus menyiapkan diri untuk pertahanan tanah air. Persiapan bertahan ini dinilai sebagai sikap bersikeras militer jepang untuk meneruskan peperangan di negerinya sendiri, dan AS pun menganggap bahwa AD |epang masih menjadi kekuatan paling dominan di jepang. Karena itulah disimpulkan bahwa bagaimana pun jepang tidak memiliki kesediaan untuk menyerah. Persoalannya kemudian adaiah bagaimana memutuskan untuk meneruskan rencana invasi ke daratan ) epang, termasuk menggunakan alternatif penggunaan bom atoln. Berbagai saran dan pertirnbangan dikumpulkan Presiden Truman, karena akhirnya dialah yang harus memberi keputusan terahir. Dalam soal hitung menghitung taksiran korban yang akan jatuh di pihak AS dalam penyerbuan, Kepala Staf Gabungan jederal George Marshall dilaporkan pernah menyebutkan angka korban tewas dan luka-luka akan berkisar antara 250.000 hingga satu juta orang. Sementara Menteri Peperangan Henry Stimson mengaku pernah dilapori bahwa harga yang harus dibayar adalah sekitar satu juta korban, mati maupun terluka. PM Churchill bahkan sempat menyampaikan angka yang lebih hebat lagi, yaitu satu juta nyawa AS ditambah setengah juta Inggris yang akan hilang dalam upaya terakhir menaklukkan negeri ini. Tetapi ada pula hitungan yang lebih moderat, yang dikeluarkan oleh kornisi gabungan perencanaan perang di Washington. Hitungan ini menyebut bahwa untuk serbuan ke Kyushu dan dataran Tokyo,korban di pihak AS adalah 40.000 tewas,190.000 luka-luka, dan 3.500 hilang. Sedangkan jenderal MacArthur memproyeksikan dalarn 30 hari pertama pertempuran, korban akan mencapai 50.800 dan untuk 90 hari pertempuran sekitar 105.000 korban, mati maupun yang terluka.
Keputusan Truman
Sementara itu pertirnbangan mengenai kernungkinan penggunan bom atom juga disusun. Sebuah panel tercliri dari para ahli dibentuk untuk mernbuat usulan. DrOppenheimer merrperkirakan sedikitnya 20.000 orang akan mati dengan satu ledakan saja, sehingga Menteri Stimson berpendapat agar bom ini diarahkan terhadap obyek kerniliteran saja. Panelis lain yang mengetahui kedahsyatan bom ini mengusulkan, untuk meyaki nkan jepang bagaimana jika kehebatan daya penghancur bom ini “didemokan” di suatu wilayah jepang yang relatif terisolir. Perdebatan pun terjadi,dan akhirnya direkornendasikan pernakaian bom atom terhadap jepang tanpa peringatan terlebih dulu. Hiroshirna akan dijadikan sasaran pertama, dengan pertirnbangan ini adalah kota terbesar yang belum pernah diserang dengan bom bakar, dan dikenal sebagai kota tentarakarena di situ terdapat Mabes Tentara Kedua dengan sekitar 42.000 pasukan. Di sini juga ada pelabuhan militer penting. Kota yang terletak di bagian selatan pulau utama Honshu ini dihuni lebih dari 360.000 orang, nalnlrn 120.000 di antaranya telah mengungsi keluar kota. Sekalipun demikian, rekornendasi itu tidaklah lolos begitu saja. Sejurnlah pakar yang tergabung dalarn proses pengembangan senjata itu keberatan menggunakan bom atom Untuk tujuan perang. Dipirnpin ahli fisika Dr james Franck, seoran.pemenang Hadiah Nobel,mereka menyatakan jika AS sampai menjadi negara pertalna yang menggunakan senjata penghancur kemanusiaan ini, maka itu berarti AS mengorbankan dukungan publik dunia, memulai lomba senjata, dan mengucilkan kemungkinan tercapainya perjanjian internzisional untuk mengendalikan perseniataan semacarn itu. Namun keberatan mereka ditampik,dan pertembuan khusus diadakan oleh Presiden Trurnan dengan menteri peperangan serta para kepala staf gabungan.Asisten Menteri Peperangan john McCloy sarnpai saat terakhir menentang pemakaian bom atom dan masih menyarankan agar hal itu diultirnatumkan terlebih dahulu terhadap jepang. Apabila jepang menerima ultimatum bom Atom, maka selain menghindari banyak korban, AS pun akan meraih posisi moral lebih baik karena tidak menggunakan senjata pemusnah massal tersebut. Dalarn proses perkembangan selanjutanya, Presiden Trurnan akhirnya memutuskan bahwa bom itu harus digunakan.Dalam hal ini dia menperoleh dukungan dari Churchill sewaktu bertemu di Postdam. Keputusan ini tarnpaknya diambil berdasarkan pragrnatisme belaka, karena bom tersebut hanyalah dipandang sebagai sekadar sebuah senjata kemiliteran dalam perang yang memang perlu digunakan,disamping keyakinannya bawa dengan bom itu perang cepat dapat diakhiri, dan banyak korban tewas, terutana AS, yang dapat diselamatkan. Ia bahkan ingin menunjukkan bahwa jumlah orang jepang yang tewas akibat pengeboman di Tokyo saja masih lebih besar dari pada yang diakibatkan bom atorn. Dalam wawancara tahun 1958 dengan john Toland, penulis sejarah kemiliteran,Trurnan menyatakan keputusannya menggunakan bom atom terjadinya begitu saja tanpa melalui perenungan jiwa yang mendalam. “Begitu saja saya memutuskannya. Ya seperti inilah,” ujarnya sambil menientikkan dua jarinya. Keputusan Truman tersebut tidak membatasi penggunaan hanya satu bom atom saja, tetapi suatu kampanye pengeboman sampai jepang benar-benar bertekuk lutut. Panglima Komando Udara Strategis AS Jenderal Carl Spaatz yang mengetahui konsekuensi luar biasa dari operasi pengeboman tersebut, meminta perintah tertulis dari Presiden Truman intuk menjatuhkan bom tersebut. Tanggal 24 Juli Truman merancang surat perintah itu, dan besoknya telah diterima Spaatz. Dalam surat perintah itu diinstruksikan, Grup Komposit ke-509 dari Angkatan Udara ke-20 adalah yang akan bertugas menjatuhkan bom dengan pengamatan visual atas sasarannya. Waktu untuk serangan ditentukan setelah 3 Agustus dalam kondisi cuaca yang mengizinkan, dengan salah satu dari empat kota sasaran sesuai urutan: Hiroshima, Kokura, Niigata, dan Nagasaki. Instruksi Presiden Truman juga menyebutkan perlunya pesawat tambahan yang harus menyertai pesawat pengebom, untuk membawa personel yang akan mengamati dan merekam akibat ledakan bom tersebut Demikianlah satu hari setelah surat perintah keluar, di lepas pantai Pulau Tinian berlabuh kapal penjelajah berat USS Indianapolis. Kapal perang ini yang empat hari kemudian ditenggelamkan kapal selam Jepang, menurunkan muatan super rahasia, berupa silinder metal yang berisi U(urani um )-235, yang akan menjadi jantung born atom pertama yang operasional. Born ini dirakit di ruang khusus selama beberapa hari, sementara Grup 509 pimpinan Kol. Paul W. Tibbets Jr melakukan latihan dalam suasana rahasia dengan penjagaan ketat. Cuaca diramalkan cukup bagus setelah lewat tengah malam 5 Agustus, dan pesawat B-29 Enola Gay (nama ibunda Kol. Tibbets) serta pesawat-pesawat yang menyertainya pun tinggal landas dari Tinian pada pukul 02.45 dinihari 6 Agustus. Sebuah tragedi menyedihkan dalam sejarah kemanusiaan akan terjadi beberapa jam lagi di kota Hiroshima yang kala itu masih tertidur lelap
Soal menyerah tanpa syarat
Penyebab pokok mengapa Jepang seperti halnya juga Jerman Nazi tidak bersedia menyerah lebih awal, menurut para pengamat, adalah adanya tuntutan “menyerah tanpa syarat” yang diajukan Presiden Roosevelt di Casablanca. Tuntutan ini hanya membuat perlawanan Jerman maupun Jepang bertambah gigih karena tidak ada harapan atau alternatif lain untuk mengakhiri perang dengan syarat yang lebih bails. Khusus bagi Jepang, tuntutan menyerah tanpa syarat itu diartikan tidak ada jaminan bahwa sistem kekaisaran serta kaisarnya sendiri akan dipertahankan, padahal kepada lembaga inilah kesetiaan orang Jepang termasuk para pemimpinnya merupakan hal yang paling utama.Hasil jajak pendapat umum di AS menunjukkan sebagian besar orang Amerika menginginkan kaisar dicopot, bahkan harus dihukum mati. Namun itu dipahami oleh kalangan pemerintahan AS sendiri sebagai sikap emosional dan tidak memahami budaya bangsa Jepang. Para pakar di Deplu mengusulkan dipertahankannya sistem kekaisaran sesudah perang, karena sistem ini akan menjadi unsur stabilitas dalam reformasi Jepang pasca perang. Para pemimpin militer AS pun berpendapat serupa. Bahkan ikut mengusulkan perubahan rumusan tuntutan menyerah terhadap Tokyo dengan tambahan pernyataan tetap mempertahankan kaisar serta sistem kekaisaran. Namun kalangan penasihat Presiden Harry S. Truman yang menggantikan Roosevelt yang meninggal dunia pada 12 April 1945, berpendapat lain. Mereka menentang modifikasi persyaratan menyerahnya Jepang, antara lain dengan alasan karena rakyat AS umumnya juga membenci kaisar Jepang dan menghendaki Jepang bertekuk lutut tanpa syarat apa pun. Apabila Truman sampai menyetujui perubahan persyaratan itu, maka hal itu justru akan merugikan posisinya sendiri di hadapan rakyatnya. Truman pun terombangambing. Sementara itu di Jepang sendiri, sejumlah elite di kalangan pemerintah juga menyadari risiko dan bahayanya apabilaperang terus dilanjutkan.Munculnya kesadaran ini terutama baru setelah kabinet perang pimpinan PM jendral Hidiki Tojo jatuh pada juli 1944.Kabinrt baru pimpinan jendral (purn) Kuniaki Kosiko di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang menginginkan perang segera diahiri,seperti Laksamana Mitsumasa Yonai.Namun pendekatannya tidak membuahkan hasil,dan pada April 1945 kabinet berangkat lagi dengan PM Laksamana (pirn) Kantaro Suzuki.sebagai menteri luar negri,ia mengangkat shigemori Togo,seorang tokoh pengecam perang dan militerisme yang paling vokal. Pemerintahan suzuki melanjutkan upaya diam-diam pemerintahan seblumnya untuk mendekati Uni sovt, yang ketika itu masih netral dalam peperangan dikawasan Pasifik.Tokyo mengharapkan jasa baik Moskow agar bersedia menjadi perantara Ke sekutu untuk memperoleh syarat yang lebih baik dalam memgakhiri perang.Untuk itu jepang bersedia membalas jasa uni soviet dengan memberi konsesi ekonomi maupun memberi wilayah Timur jauh.Namun pimpinan soviet, Josef setain mengetahui kondisi jepang yang sudah terpepat itu.Ia pun mengulur-ulur waktu sembari menunggu saat yang tepat untuk bertindak guna keuntunganya sendiri di timur jauh. Kaisar Hirohito yang juga menyadari kegentingan keadaan,pada 22 juni 1945 mengundang PM,Menku, dan pimpinan militer ke istananya. kaisar mengambil inisiatif dengan mendesak para pimpinan pemerintah danmiliter untuk berusahamengahiri peperangan melalui diplomatik. Desakan kaisar ini memang membawa hasil,kerena bakan mentri peperangan maupun kepala staf tentera walaupun dengan berat hati,akhirnya setuju menyelesaikan perangmelalui meja perundingan.Usaha mendekati Uni sofiet pun ditingkatkan melalui Dubes Naotake di Moskow. Dr Robert Oppenheimer yang timnya merancang dan membuat born tersebut di Los Alamos, menyaksikan uji coba peledakan tersebut dari jarak 10.000 yard dalam tempat perlindungan khusus. Ia menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya sifat dan bentuk ledakan tersebut. Oppenheimer yang pernah mempelajari bahasa Sansekerta di Universitas Harvard, langsung teringat beberapa kalimat dari kitab Bhagavad Gita: “…Apabila sinar dari seribu Matahari serentak memecah ke langit, maka seperti itulah kemegahan Sang Perkasa Tunggal Aku adalah Kematian, Penghancur Alain Semesta” Tatkala peledakan born atom ini terjadi, Presiden Truman sedang bertemu dengan PM Inggris Winston Churchill dan pemimpin Soviet Stalin di Postdam, di pinggiran kota Berlin. Truman dilapori keberhasilan itu, dan menurut ingatan Churchill, sontak Truman menunjukkan perubahan sikap setelah mengetahui bahwa negaranya kini memiliki bona atom. Truman yang semula dalam kesulitan menghadapi Stalin mengenai soal Eropa Timur pasta perang, lalu berubah menunjukkan sikap lebih percaya diri dan lebih tegas dalam perundingan tersebut. Menjelang akhir perundingan, tanpa menyebut istilah nuklir atau atom, Truman sepintas memberitahu Stalin bahwa “kami kini telah mempunyai senjata baru yang memiliki kemampuan menghancurkan luar biasa.” Stalin yang diam-diam sebenarnya telah mengendus apa yang dikerjakan AS, mampu menutupi kekagetannya dan hanya berkomentar hendaknya AS dapat memanfaatkan senjata itu dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi Jepang. Namun setelah itu Stalin pun langsung buru-buru menghubungi Moskow dan memerintahkan para ilmuwan Soviet untuk segera, dan dengan segala cara, menghasilkan senjata pemusnah serupa! Apabila AS semula mengharapkan dan menghendaki Uni Soviet segera melibatkan diri dalam perang terhadap Jepang, maka kini setelah memiliki born atom, Washington pun berpandangan lain. Tadinya bantuan dari Soviet amat diperlukan untuk mengurangi tekanan Jepang terhadap Sekutu di Asia Tenggara dan Pasifik. Namun ketika itu Moskow punya alasan untuk tidak memerangi Jepang karena dia sendiri sedang bertahan matimatian terhadap serbuan Jerman Nazi. Dengan bom atom, AS kini bisa berharap dapat mempercepat selesainya peperangan dengan Jepang tanpa keikutsertaan Uni Soviet. Para ahli strategi AS sendiri khawatir, keterlibatan Soviet melawan Jepang hanya akan menimbulkan komplikasi di kemudian hari seusai perang.
Persiapan dan kondisi Jepang
Sementara itu sejak Maret 1945 Jepang terus menerus didera pengeboman oleh kekuatan udara AS yang mengerahkan pesawat-pesawat pengebom berat B-29 Flying Fortress. Setiap kali serangan, Panglima Komando Pengebom Amerika Jenderal Curtis LeMay mengerahkan sekitar 500 pesawat. Perlawanan dari pesawat pemburu atau meriam penangkis udara Jepang tidak berarti, sehingga pengeboman dapat dilakukan leluasa, berpindah-pindah sasaran dari satu kota ke kota yang lain. Kehacuran industri dan kota-kota di Jepang luar biasa, lebih-lebih mengingat struktur bangunan penduduk umumnya dari kayu yang mudah terbakar. Kota Nagoya telah berubah menjadi kota puing-puing. Ibukota Tokyo sendiri mengalami serangan udara besar dengan born bakar, sehingga puluhan mil persegi kota itu rata dengan tanah. Badai api akibat pengeboman pada 9-10 Maret menewaskan sedikitnya 87.000 penduduk sipil. Khusus untuk serangan ke Tokyo, penerbang-penerbang AS telah diinstruksikan untuk menjauhi kompleks Istana Kaisar. Sekalipun demikian tak wrung sebagian dari istana ikut terjilat api karena hebatnya kebakaran di sekitarnya. Beberapa hari kemudian LeMay menyerang kota Yokohama, dan tatkala ke-517 pesawat penyerang telah pergi, maka 85 persen kota tersebut masih berkobar hebat. Setelah Tokyo dan Yokohama ludes, sasaran pindah ke Osaka dan Kobe dengan hasil serupa. Hanya Kyoto saja yang tidak pernah diserang mengingat nilainya yang tinggi sebagai kota pusat kebudayaan. Dan rangkaian serangan udara tersebut, lebih dari seratus mil persegi kawasan kota-kota besar Jepang rata dengan tanah, sepertiga bangunan gedung hancur, dan sekitar dua juta rumah tinggal musnah dengan akibat 13 juta penduduk kehilangan tempat tinggal. Jumlah korban penduduk sipil sangat besar. Jalur-jalur transportasi juga hancur, sehingga dikhawatirkan hubungan kereta api antar kota segera akan terhenti, dan ini berarti distribusi barang kebutuhan pun mandek. Dihajar seperti itu, Jepang pun “sempoyongan”, namun tidak juga terjatuh. Barang atau materi untuk kebutuhan perang maupun kehidupan sehari-hari semakin langka. Bahan bakar minyak, baja, aluminium, dan sebagainya semakin terbatas. Rakyat pun diminta untuk menyuling minyak dari akar pohon pinus. Penduduk kota-kota yang paling terpukul juga mulai kekurangan makanan. Sehingga setiap hari Minggu, banyak dari mereka datang ke pedesaan sekitar, menukarkan barang berharga mereka seperti perhiasan, pakaian, dan sebagainya dengan sayur mayur, beras, kentang dan lain-lainnya yang dihasilkan petani. Dalam keadaan demikian, di kalangan pemerintahan dan tokohnya timbul sikap mendua. Di satu pihak menginginkan pengakhiran perang, namun dengan persyaratan yang lebih baik dibandingkan menyerah tanpa syarat seperti yang dituntut Sekutu. Tetapi di lain pihak, mereka tetap bersiap diri menghadapi invasi AS. Jepang masih berharap bisa memperoleh satu saja kemenangan besar sehingga nantinya dapat mengakhiri peperangan dengan lebih terhormat. Dewan tertinggi yang kini memimpin peperangan Jepang dikenal dengan sebutan “Enam Besar”, karena mereka terdiri dari enam tokoh yang didominasi militer, yaitu PM Laks.(purn) Suzuki, Laks. Mitsumasa Yonai selaku menteri AL, Jenderal Korechika Anami sebagai menteri AD, Laks. Soemi Toyoda yang memimpin Staf Umum AL, dan Jenderal Yoshijuri Umezu yang mengepalai Staf Umum AD. Satu-satunya yang sipil adalah Menlu Togo. Dengan komposisi demikian, maka kehendak dan kepentingan militer dapat lebih diakomodasi, sementara PM Suzuki sendiri harus berhati-hati untuk tidak bermusuhan dengan AD yang lebih kuat dan dapat melakukan kudeta. Ia ingat betul pada 1936 nyaris terbunuh dalam peristiwa percobaan kup oleh sekelompok perwira AD. Dewan ini bersama pihak militer merancang Operasi Penentuan atau KetsuGo, yang intinya adalah rencana pertahanan Pulau Kyushu, dengan tujuan mampu memukul mundur penyerbuan pertama musuh. Sekalipun akhirnya memang tidak dapat menahan invasi AS, namun setidaknya pukulan awal yang diberikan Jepang akan menimbulkan kerugian besar bagi AS sehingga membuka kemungkinan pengakhiran perang lewat perundingan.Sementara itu di kalangan tentara pun ada kelornpok yang berpendirian lebih baikfepang hancur iebur daripada harus menyerah kalah!
Perhitungon korban
Deklarasi Postdam diumumkan pada 26 juli.Dalam deklarasi ini memang masih tercantum persyaratan menyerah tanpa syarat, namun hal ini lebih ditujukan terhadap Angkatan Bersenjata jepang.Sedangkan mengenai sistem kekaisaran atau kaisarnya sendiri, deklarasi itu membuka pintu dengan menyebutkan bahwa pemerintahan di jepang akan diserahkan kepada kehendak bebas dari rakyatnya. Deklarasi yang terdiri dari l3 pasal itu ditutup dengan ancarnan jika Pemerintah jepang tidak bersedia mengumumkan penyerahan tanpa syarat seluruh angkatan bersenjatanya, maka alternatifnya adalah penghancuran lebih lanjut negeri jepang. Dubes jepang di Moskow, Naotake Sato berpendapat bahwa persyaratan dari Postdam itu sebenarnya lebih baik dari pada yang telah dipaksakan terhadap jerman Nazi, dan sebaiknya diterirna oleh Tokyo.Namun temyata reaksi dariTokyo terhadap Deklarasi Postdam dingin-dingin saja. PM Suzr,rki bahkan menyatakan “tidak perlu menanggapinya dengan serius.” Berita Lrtama koran The New York Times terbitan 30 fuli pun dengan judul besar-besar menuliskan : ” jepang Resmi Menolak Ultimatum Sekutu”. Dinas intelijen AS menangkap pesan-pesan rahasia jepang yang di satu pihak masih mempersoalkan persyaratan pengakhiran perang yang tampaknya tidak mungkin diterirna oleh AS. Sementara dilain pihak juga tersadap sinyal-sinyal militer jepang yang terus menyiapkan diri untuk pertahanan tanah air. Persiapan bertahan ini dinilai sebagai sikap bersikeras militer jepang untuk meneruskan peperangan di negerinya sendiri, dan AS pun menganggap bahwa AD |epang masih menjadi kekuatan paling dominan di jepang. Karena itulah disimpulkan bahwa bagaimana pun jepang tidak memiliki kesediaan untuk menyerah. Persoalannya kemudian adaiah bagaimana memutuskan untuk meneruskan rencana invasi ke daratan ) epang, termasuk menggunakan alternatif penggunaan bom atoln. Berbagai saran dan pertirnbangan dikumpulkan Presiden Truman, karena akhirnya dialah yang harus memberi keputusan terahir. Dalam soal hitung menghitung taksiran korban yang akan jatuh di pihak AS dalam penyerbuan, Kepala Staf Gabungan jederal George Marshall dilaporkan pernah menyebutkan angka korban tewas dan luka-luka akan berkisar antara 250.000 hingga satu juta orang. Sementara Menteri Peperangan Henry Stimson mengaku pernah dilapori bahwa harga yang harus dibayar adalah sekitar satu juta korban, mati maupun terluka. PM Churchill bahkan sempat menyampaikan angka yang lebih hebat lagi, yaitu satu juta nyawa AS ditambah setengah juta Inggris yang akan hilang dalam upaya terakhir menaklukkan negeri ini. Tetapi ada pula hitungan yang lebih moderat, yang dikeluarkan oleh kornisi gabungan perencanaan perang di Washington. Hitungan ini menyebut bahwa untuk serbuan ke Kyushu dan dataran Tokyo,korban di pihak AS adalah 40.000 tewas,190.000 luka-luka, dan 3.500 hilang. Sedangkan jenderal MacArthur memproyeksikan dalarn 30 hari pertama pertempuran, korban akan mencapai 50.800 dan untuk 90 hari pertempuran sekitar 105.000 korban, mati maupun yang terluka.
Keputusan Truman
Sementara itu pertirnbangan mengenai kernungkinan penggunan bom atom juga disusun. Sebuah panel tercliri dari para ahli dibentuk untuk mernbuat usulan. DrOppenheimer merrperkirakan sedikitnya 20.000 orang akan mati dengan satu ledakan saja, sehingga Menteri Stimson berpendapat agar bom ini diarahkan terhadap obyek kerniliteran saja. Panelis lain yang mengetahui kedahsyatan bom ini mengusulkan, untuk meyaki nkan jepang bagaimana jika kehebatan daya penghancur bom ini “didemokan” di suatu wilayah jepang yang relatif terisolir. Perdebatan pun terjadi,dan akhirnya direkornendasikan pernakaian bom atom terhadap jepang tanpa peringatan terlebih dulu. Hiroshirna akan dijadikan sasaran pertama, dengan pertirnbangan ini adalah kota terbesar yang belum pernah diserang dengan bom bakar, dan dikenal sebagai kota tentarakarena di situ terdapat Mabes Tentara Kedua dengan sekitar 42.000 pasukan. Di sini juga ada pelabuhan militer penting. Kota yang terletak di bagian selatan pulau utama Honshu ini dihuni lebih dari 360.000 orang, nalnlrn 120.000 di antaranya telah mengungsi keluar kota. Sekalipun demikian, rekornendasi itu tidaklah lolos begitu saja. Sejurnlah pakar yang tergabung dalarn proses pengembangan senjata itu keberatan menggunakan bom atom Untuk tujuan perang. Dipirnpin ahli fisika Dr james Franck, seoran.pemenang Hadiah Nobel,mereka menyatakan jika AS sampai menjadi negara pertalna yang menggunakan senjata penghancur kemanusiaan ini, maka itu berarti AS mengorbankan dukungan publik dunia, memulai lomba senjata, dan mengucilkan kemungkinan tercapainya perjanjian internzisional untuk mengendalikan perseniataan semacarn itu. Namun keberatan mereka ditampik,dan pertembuan khusus diadakan oleh Presiden Trurnan dengan menteri peperangan serta para kepala staf gabungan.Asisten Menteri Peperangan john McCloy sarnpai saat terakhir menentang pemakaian bom atom dan masih menyarankan agar hal itu diultirnatumkan terlebih dahulu terhadap jepang. Apabila jepang menerima ultimatum bom Atom, maka selain menghindari banyak korban, AS pun akan meraih posisi moral lebih baik karena tidak menggunakan senjata pemusnah massal tersebut. Dalarn proses perkembangan selanjutanya, Presiden Trurnan akhirnya memutuskan bahwa bom itu harus digunakan.Dalam hal ini dia menperoleh dukungan dari Churchill sewaktu bertemu di Postdam. Keputusan ini tarnpaknya diambil berdasarkan pragrnatisme belaka, karena bom tersebut hanyalah dipandang sebagai sekadar sebuah senjata kemiliteran dalam perang yang memang perlu digunakan,disamping keyakinannya bawa dengan bom itu perang cepat dapat diakhiri, dan banyak korban tewas, terutana AS, yang dapat diselamatkan. Ia bahkan ingin menunjukkan bahwa jumlah orang jepang yang tewas akibat pengeboman di Tokyo saja masih lebih besar dari pada yang diakibatkan bom atorn. Dalam wawancara tahun 1958 dengan john Toland, penulis sejarah kemiliteran,Trurnan menyatakan keputusannya menggunakan bom atom terjadinya begitu saja tanpa melalui perenungan jiwa yang mendalam. “Begitu saja saya memutuskannya. Ya seperti inilah,” ujarnya sambil menientikkan dua jarinya. Keputusan Truman tersebut tidak membatasi penggunaan hanya satu bom atom saja, tetapi suatu kampanye pengeboman sampai jepang benar-benar bertekuk lutut. Panglima Komando Udara Strategis AS Jenderal Carl Spaatz yang mengetahui konsekuensi luar biasa dari operasi pengeboman tersebut, meminta perintah tertulis dari Presiden Truman intuk menjatuhkan bom tersebut. Tanggal 24 Juli Truman merancang surat perintah itu, dan besoknya telah diterima Spaatz. Dalam surat perintah itu diinstruksikan, Grup Komposit ke-509 dari Angkatan Udara ke-20 adalah yang akan bertugas menjatuhkan bom dengan pengamatan visual atas sasarannya. Waktu untuk serangan ditentukan setelah 3 Agustus dalam kondisi cuaca yang mengizinkan, dengan salah satu dari empat kota sasaran sesuai urutan: Hiroshima, Kokura, Niigata, dan Nagasaki. Instruksi Presiden Truman juga menyebutkan perlunya pesawat tambahan yang harus menyertai pesawat pengebom, untuk membawa personel yang akan mengamati dan merekam akibat ledakan bom tersebut Demikianlah satu hari setelah surat perintah keluar, di lepas pantai Pulau Tinian berlabuh kapal penjelajah berat USS Indianapolis. Kapal perang ini yang empat hari kemudian ditenggelamkan kapal selam Jepang, menurunkan muatan super rahasia, berupa silinder metal yang berisi U(urani um )-235, yang akan menjadi jantung born atom pertama yang operasional. Born ini dirakit di ruang khusus selama beberapa hari, sementara Grup 509 pimpinan Kol. Paul W. Tibbets Jr melakukan latihan dalam suasana rahasia dengan penjagaan ketat. Cuaca diramalkan cukup bagus setelah lewat tengah malam 5 Agustus, dan pesawat B-29 Enola Gay (nama ibunda Kol. Tibbets) serta pesawat-pesawat yang menyertainya pun tinggal landas dari Tinian pada pukul 02.45 dinihari 6 Agustus. Sebuah tragedi menyedihkan dalam sejarah kemanusiaan akan terjadi beberapa jam lagi di kota Hiroshima yang kala itu masih tertidur lelap
Orang Jahudi di Balik Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
(sumber www.facebook.com)
Oleh: Supriadi Purba
Mungkinkah Indonesia merdeka pada tahun 1945 jikalau Jepang tidak menyerah tanpa syarat kepada sekutu dibawah komando Amerika?Jatuhnya bom nuklir di Hirosima dan Nagasaki membuat Jepang ketakutan dan menyerahkan diri dengan ketakutan dan rasa malu terhadap sekutu. Bom nuklir itu ternyata adalah buah hasil kerja keras seorang Jahudi Julius Robert Oppenheimer yg telah menciptakan bom nuklir yg digunakan menimpuk iblis Tenno Heika Hirohito . Jadi, sudah sepatunyalah kita mengucapkan terimakasih kepada seorang Julius Robert Opppenheimer yang meupakan muridnya Alber Einstein seorang jenius Jahudi yang menemukan formula bom nuklir dunia.
Robert Oppenheimer , seorang Jahudi pencipta bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang atas perintah Harry Truman, Presiden AS kala itu. Harry Truman mengancam kaisar Japang Tenno Heika Hirohito, jika tidak menyerah tanpa syarat,
Sumber: sciencephoto.com
bom nuklir berikutnya akan menghancurkan Tokyo.Hirohito menyerah dan seluruh tentara Jepang dilarang bergerak.Kesempatan inilah yg dimanfaatkan pejuang Rengas Dengklok “menculik” Sukarno dan memintanya membacakan teks proklamasi itu. Operasi Tora,Tora,Tora yang meremukkan pangkalan militer Amerika di Pearl Harbour, Hawaai pada 7 Desember 1941 memacu semangat utk melakukan pembalasan.Selang waktu 3 tahun melalui project Manhattan (proyek pembuatan bom nuklir) dibawah kepemimpinan seorang Jahudi bernama JULIUS ROBERT OPPENHEIMER berhasil diciptakan senjata pemusnah massal tersebut.Foto adalah Julius Robert Oppenheimer berbincang dengan seorang Jahudi bernama Albert Einstein. Jepang Menyerah terhadap sekutu tanpa syarat tahun 1945 (www.facebook.com) Seorang guru (Alberet Einstein) dgn lembut mengajar muridnya (Julius Robert Oppenheimer - Pencipta bomb Nuklir) yg dgn tekun dan hormat mendengarka wejangan gurunya. O…tentu saja pengajarannya sudah jauh dr prinsip dasar E = mc2. More than itu…guru sejati menghantarkan muridnya terbang tinggi melebihi gurunya…
Sumber: bangka.us
Akhirnya Berkumandanglah Kemerdekaan NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945, Jepang menyerah dan Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan, walaupun sebenarnya Belanda dan sekutu sedang menuju Indonesia untuk kembali mendudukinya. Akhirnya Sukarno diculik dan memintanya membacakan teks proklamasi itu.
Sumber : dr32n.blogspot.com
Hasil Dan Kontroversi
Hanya dua hari sesudah Hiroshima dibom atom, Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang yang sudah setengah kelenger. Pada hari yang sama, sebuah pesawat pengebom AS lainnya bertolak dari P. Tinian membawa born atom kedua untuk kota Nagasaki. Pada waktu bersamaan, dewan tertinggi yang memimpin peperangan mengadakan pertemuan di Tokyo atas prakarsa Menlu Togo yang mengusulkan agar Jepang menerima saja persyaratan yang diajukan Deklarasi Postdam. Namun dewan yang didominasi tokoh-tokoh militer itu ternyata masih bertele-tele dalam menanggapi persyaratan Postdam. Sekalipun berita hancurnya Nagasaki sudah diterima, namun rupanya para tokoh militer Jepang belum juga mau menerima tragedi itu. Mereka masih ngotot untuk berperang terus, baik untuk mempertahankan tanah air dari invasi AS maupun untuk melawan serbuan Soviet di Manchuria. Akhirnya sore hari 9 Agustus itu Kaisar melakukan intervensi, dengan menyatakan keinginannya agar Jepang menerima persyaratan Postdam dengan permintaan agar lembaga kekaisaran tetap dipertahankan. Esok harinya Tokyo pun menyatakan kesediaan menerima Postdam dengan catatan soal Kaisar dan lembaga kekaisaran. Pesan Tokyo itu pun dirundingkan di Gedung Putih, yang kemudian melalui Menlu Byrnes menyatakan bahwa otoritas Kaisar maupun Pemerintah Jepang untuk memerintah negara akan ditempatkan di bawah kendali Panglima Tertinggi Sekutu. Selama beberapa hari berikutnya soal ini dibahas di Tokyo, dan kembali terulang bahwa pihak militer cenderung menolak dengan alasan jawaban AS tidak menjamin eksistensi Jepang. Debat selama tiga hari terjadi lagi di Tokyo, dan pada 14 Agustus sebuah pesawat terbang AS menjatuhkan ribuan selebaran di Tokyo berisikan teks lengkap tawaran menyerah dari Pemerintah Jepang tanggal 10 Agustus dan jawaban dari Menlu AS 11 Agustus.
Usaha kudeta
Khawatir terbukanya rahasia adanya pendekatan Jepang kepada Amerika itu akan menimbulkan perlawanan terbuka dari kalangan militer, Kaisar langsung bertindak dengan meminta agar para menteri tunduk pada keinginannya untuk menerima tawaran Sekutu, serta agar menyiapkan naskah yang akan dipidatokannya kepada seluruh rakyat Jepang. Keputusan Kaisar Hirohito untuk berpidato merupakan tindakan drastik yang belum pernah terjadi, dan dimaksudkan untuk mencegah sabotase oleh kelompok militer dan kaum fanatik lainnya terhadap upaya pengakhiran perang. Karena bisa saja terjadi kelompok itu mengklaim seolah-olah keputusan menyerah bukanlah kemauan dari Kaisar. Kekhawatiran itu memang masuk akal, karena pada petang hari 14 Agustus itu memang terjadi usaha kudeta atau pemberontakan di kalangan militer. Sejumlah perwira membunuh komandan Divisi Pengawal Kekaisaran di Tokyo, kemudian masuk ke Istana Kaisar serta gedung radio NHK untuk mencari rekaman pidato Kaisar yang telah dibuat siang harinya. Mereka tidak berhasil menemukannya dan usaha kup itu pun gagal setelah para perwira senior menolak bergabung dan mendatangkan pasukan yang setia ke sekitar Istana. Menteri Peperangan Jenderal Korechika Anami yang meskipun tidak terlibat usaha kudeta namun sampai saat terakhir menentang keras penyerahan Jepang, hari itu bunuh diri agar tidak mendengar pidato Kaisar. Selama beberapa hari selanjutnya, sejumlah tokoh yang pro pengakhiran perang seperti PM Suzuki, Menlu Togo, dan Marquis Kido yang menjadi penasihat Kaisar, terancam untuk dibunuh. Pidato Kaisar akhirnya disiarkan, dan perintah ulangan diberikan agar tentara Jepang di mana pun meletakkan senjata. Sejumlah perwira tinggi melakukan harakiri, dan pada 15 Agustus pemerintahan baru dibentuk dengan Pangeran Higashikuni, adik Kaisar, ditunjuk sebagai PM.Dengan itu ancaman terhadap PM dan tokoh pemerintahan lainnya yang menyetujui pengakhiran perang dapat dielakkan. Perang pun resmi berakhir.
Khawatir terbukanya rahasia adanya pendekatan Jepang kepada Amerika itu akan menimbulkan perlawanan terbuka dari kalangan militer, Kaisar langsung bertindak dengan meminta agar para menteri tunduk pada keinginannya untuk menerima tawaran Sekutu, serta agar menyiapkan naskah yang akan dipidatokannya kepada seluruh rakyat Jepang. Keputusan Kaisar Hirohito untuk berpidato merupakan tindakan drastik yang belum pernah terjadi, dan dimaksudkan untuk mencegah sabotase oleh kelompok militer dan kaum fanatik lainnya terhadap upaya pengakhiran perang. Karena bisa saja terjadi kelompok itu mengklaim seolah-olah keputusan menyerah bukanlah kemauan dari Kaisar. Kekhawatiran itu memang masuk akal, karena pada petang hari 14 Agustus itu memang terjadi usaha kudeta atau pemberontakan di kalangan militer. Sejumlah perwira membunuh komandan Divisi Pengawal Kekaisaran di Tokyo, kemudian masuk ke Istana Kaisar serta gedung radio NHK untuk mencari rekaman pidato Kaisar yang telah dibuat siang harinya. Mereka tidak berhasil menemukannya dan usaha kup itu pun gagal setelah para perwira senior menolak bergabung dan mendatangkan pasukan yang setia ke sekitar Istana. Menteri Peperangan Jenderal Korechika Anami yang meskipun tidak terlibat usaha kudeta namun sampai saat terakhir menentang keras penyerahan Jepang, hari itu bunuh diri agar tidak mendengar pidato Kaisar. Selama beberapa hari selanjutnya, sejumlah tokoh yang pro pengakhiran perang seperti PM Suzuki, Menlu Togo, dan Marquis Kido yang menjadi penasihat Kaisar, terancam untuk dibunuh. Pidato Kaisar akhirnya disiarkan, dan perintah ulangan diberikan agar tentara Jepang di mana pun meletakkan senjata. Sejumlah perwira tinggi melakukan harakiri, dan pada 15 Agustus pemerintahan baru dibentuk dengan Pangeran Higashikuni, adik Kaisar, ditunjuk sebagai PM.Dengan itu ancaman terhadap PM dan tokoh pemerintahan lainnya yang menyetujui pengakhiran perang dapat dielakkan. Perang pun resmi berakhir.
Seandainya tidak dibom
Perang selesai sesudah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom pada 6 dan 9 Agustus. Seandainya Presiden Truman tidak memutuskan pemakaian bom itu, apakah perang dapat berakhir secepat itu ? Umumnya orang sependapat bahwa pemakaian bom itulah yang menjadi faktor paling menentukan dalam percepatan selesainya perang. Hal itu mengingat sikap keras militer Jepang yang tidak mengenal kompromi atau menyerah sesuai dengan semangat bushido mereka. Hal itu pun ditunjukkan oleh pimpinan militer mereka sehingga Kaisar sarnpai turun tangan dan menitahkan agar Jepang menerima persyaratan Postdam. Apabila AS pada masa itu belum memiliki bom atom, atau memutuskan tidak memakai bom atom, maka rencana invasi ke daratan Jepanglah yang akan dilakukan. Perkiraan jumlah korban di pihak AS pun sudah diperhitungkan, dan angkanya sangat besar. Bagi AS atau negara/bangsa yang peka dan amat menghitung korban di pihak sendiri, hal itu tentu dirasakan cukup berat. Karena itu kesiapan senjata baru tersebut dinilai menjadi alternatif utama untuk menghindari atau mengurangi jatuhnya korban besar, terutama di kalangannya sendiri. Sekaligus bom baru itu pun diharapkan dapat mempersingkat selesainya perang, yang dikhawatirkan akan berlarut-larut lebih lama apabila pasukan AS harus menginvasi Jepang. Sekalipun demikian, apakah pemakaian satu bom di Hiroshima saja tidak cukup sehingga tiga hari kemudian bom atom kedua dijatuhkan pula di Nagasaki? Padahal orang Jepang sudah dapat melihat dan merasakan sendiri kedahsyatan born di Hiroshima tersebut. Apakah Amerika tidak dapat menunggu dulu reaksi Jepang terhadap malapetaka Hiroshima tersebut? Ada pendapat menyebutkan AS tanpaknya yakin bahwa jepang belum juga mau menyerah,sehingga bom perlu di jatukan lagi. penjatuhan beruntun dalam tempo beberapa hari saja itu juga untuk menimbulkan kesan kepada Jepang, bahwa AS seolah-olah mempunyai banyak born atom. Sehingga kalau Jepang tidak matakluk juga, AS dapat menjatuhkan bom-bom atom lagi.
Perang selesai sesudah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom pada 6 dan 9 Agustus. Seandainya Presiden Truman tidak memutuskan pemakaian bom itu, apakah perang dapat berakhir secepat itu ? Umumnya orang sependapat bahwa pemakaian bom itulah yang menjadi faktor paling menentukan dalam percepatan selesainya perang. Hal itu mengingat sikap keras militer Jepang yang tidak mengenal kompromi atau menyerah sesuai dengan semangat bushido mereka. Hal itu pun ditunjukkan oleh pimpinan militer mereka sehingga Kaisar sarnpai turun tangan dan menitahkan agar Jepang menerima persyaratan Postdam. Apabila AS pada masa itu belum memiliki bom atom, atau memutuskan tidak memakai bom atom, maka rencana invasi ke daratan Jepanglah yang akan dilakukan. Perkiraan jumlah korban di pihak AS pun sudah diperhitungkan, dan angkanya sangat besar. Bagi AS atau negara/bangsa yang peka dan amat menghitung korban di pihak sendiri, hal itu tentu dirasakan cukup berat. Karena itu kesiapan senjata baru tersebut dinilai menjadi alternatif utama untuk menghindari atau mengurangi jatuhnya korban besar, terutama di kalangannya sendiri. Sekaligus bom baru itu pun diharapkan dapat mempersingkat selesainya perang, yang dikhawatirkan akan berlarut-larut lebih lama apabila pasukan AS harus menginvasi Jepang. Sekalipun demikian, apakah pemakaian satu bom di Hiroshima saja tidak cukup sehingga tiga hari kemudian bom atom kedua dijatuhkan pula di Nagasaki? Padahal orang Jepang sudah dapat melihat dan merasakan sendiri kedahsyatan born di Hiroshima tersebut. Apakah Amerika tidak dapat menunggu dulu reaksi Jepang terhadap malapetaka Hiroshima tersebut? Ada pendapat menyebutkan AS tanpaknya yakin bahwa jepang belum juga mau menyerah,sehingga bom perlu di jatukan lagi. penjatuhan beruntun dalam tempo beberapa hari saja itu juga untuk menimbulkan kesan kepada Jepang, bahwa AS seolah-olah mempunyai banyak born atom. Sehingga kalau Jepang tidak matakluk juga, AS dapat menjatuhkan bom-bom atom lagi.
Kebencian rasial?
Para pengecam penggunaan bom atom juga menuduh AS menjalankan politik rasialisme, karena mengapa Jepang yang dijadikan sasaran dan bukannya Jerman yang sesama berkulit putih. Pertanyaan keras Ini masuk akal karena AS yang begitu marah dan dendam akibat pembokongan Jepang terhadap Pearl Harbor, selama masa perang menunjukkan menunjuka kebencian rasial terhadap orang Jepang. Mulai dari penginterniran warga AS keturunan Jepang(Nisei), stereotip pelukisan orang Jepang dalam karikatur dan digradasi lainnya dalam media,sampai praktek kebencian rasial yang ditunjukkan difront Presiden Truman sendiri tidak lepas dari hal itu. “Terhadap mahkluk buas (beast) kita pun harus memperlakukannya sebagai mahkluk buas,” demikian salah satu ucapannya tentang Jepang. Namun terhadap tuduhan tersebut,washington punya Alasan karena jerman Nazi sudah keburu menyerah kalah pada awal Mei 1945, sementara bom atom baru berhasil dicoba pada pertengahan juli.selain itu dorongan AS mengembangkan senjata penghancur massal itu juga lebih mengetahui pihak stbabkan mengetahui pihak Nazi pun sedang berusaha membuat senjata serupa,harus didahului. Karena itu terhadap dipakainya bom atom terhadap jerman Nazi, secara teori memang dimungkinkan karena Jerman dianggap lebih berbahaya. Tetapi perang di Eropa ternyata.berakhir lebih cepat. Dengan keburu takluknya Jerman Nazi,maka tinggal Jepanglah yang dapat dijadikan sasaran bom atom. Sekalipun banyak pihak. termasuk para ahli pengembang atom sendiri seperti Einstein yang menentang dipakainya bom itu, Trumanrupanya lebih terbawa arus keadLngan Churchill dan juga Stalin, mempengaruhi sikap Truman.Ditambah lagi kenyataan adanya ketidaksadaran kolektif AS kala itu sebagai akibat perang bertahun-tahun, kehausan untuk membalas dan menghancurkan musuh yang dibenci, serta ketidaksabaran untuk segera mengakhian waktu itu. Biaya besar dan bertahun-tahun membuat senjata baruserta harap bahwasenjata ini akan dipakai nantinya,lalu dukung Churahill dan juga stalin,semuanya mempengaruhi sikap Taruman.Ditambah lagi kenyatan adanya ketidaksadaran kolektif AS kalau itu sebagai akibat perang bertahun-tahun,khasus untuk membalas dan menghancurkan musuh yang dibenci, serta ketidaksabaran untuk segera mengakhirinya, juga sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan memakai bom atom terhadap Jepang. Namun tidak semua petinggi AS menyetujui keputusan Truman. Misalnya Jenderal Eisenhower yang baru memenangkan peperangan di Eropa, menilai pemakaian bom atom atas Jepang sebetulnya tidaklah perlu, sebab pada kenyataannya Jepang sebetulnya sudah kalah. Kepala Staf Kepresidenan Laksamana William Leahy pun melihat bahwa dipaksakannya pemakaian bom atom itu lebih dikarenakan mereka yang terlibat dalam proyek senjata yang telah tahunan memeras otak dan memakan biaya besar, ingin melihat hasil karya mereka dipakai. Jenderal H. Arnold yang memimpin kekuatan udara AD juga berpendapat bahwa dengan bom konvensional saja Jepang pun pasti dapat ditaklukkan. Sebagai pemegang jabatan Presiden AS, akhirnya memang Truman sendirilah yang harus memutuskan dan bertanggungjawab. Di lain pihak, hanya dengan suatu tindak kepahlawanan dan keberanian luar biasa, dia sebetulnya dapat melawan,arus psikologis waktu itu dengan berkata tidak terhadap penggunaan bom atom. Namun itu tidak terjadi, sehingga Truman pun menjadi alat dan sekaligus korban dari adanya bom atom. Begitu pula peringatan sejumlah pakar ketika itu bahwa pemakaian bom ini akan memicu lomba persenjataan sejenis, tidak diperhatikan. Padahal peringatan itu memang pro fertik dan terbukti sampai sekarang dengan ribut-ribut soal Korea Utara dan Iran. Ironisnya lagi, pemakai pertama bom atom tersebut kini bersikap dan bertindak seolah-olah dialah yang paling bersih tangannya……… Lebih jauh, logika digunakannya bom atom sebenarnya tidaklah berjauhan dari apa yang disebut praktek terorisme dewasa ini. Dikorbankannya begitu banyak penduduk sipil tidak berdosa dalam suatu penghancuran massal, demi tercapainya efek psikologis yang akan membuat Jepang tunduk sesuai kehendak AS, tidak lain adalah pelaksanaan teori klasik tentang teror. Dan hal itu memang berhasil meski dengan segala akibatnya terhadap kemanusiaan.(rb)
Para pengecam penggunaan bom atom juga menuduh AS menjalankan politik rasialisme, karena mengapa Jepang yang dijadikan sasaran dan bukannya Jerman yang sesama berkulit putih. Pertanyaan keras Ini masuk akal karena AS yang begitu marah dan dendam akibat pembokongan Jepang terhadap Pearl Harbor, selama masa perang menunjukkan menunjuka kebencian rasial terhadap orang Jepang. Mulai dari penginterniran warga AS keturunan Jepang(Nisei), stereotip pelukisan orang Jepang dalam karikatur dan digradasi lainnya dalam media,sampai praktek kebencian rasial yang ditunjukkan difront Presiden Truman sendiri tidak lepas dari hal itu. “Terhadap mahkluk buas (beast) kita pun harus memperlakukannya sebagai mahkluk buas,” demikian salah satu ucapannya tentang Jepang. Namun terhadap tuduhan tersebut,washington punya Alasan karena jerman Nazi sudah keburu menyerah kalah pada awal Mei 1945, sementara bom atom baru berhasil dicoba pada pertengahan juli.selain itu dorongan AS mengembangkan senjata penghancur massal itu juga lebih mengetahui pihak stbabkan mengetahui pihak Nazi pun sedang berusaha membuat senjata serupa,harus didahului. Karena itu terhadap dipakainya bom atom terhadap jerman Nazi, secara teori memang dimungkinkan karena Jerman dianggap lebih berbahaya. Tetapi perang di Eropa ternyata.berakhir lebih cepat. Dengan keburu takluknya Jerman Nazi,maka tinggal Jepanglah yang dapat dijadikan sasaran bom atom. Sekalipun banyak pihak. termasuk para ahli pengembang atom sendiri seperti Einstein yang menentang dipakainya bom itu, Trumanrupanya lebih terbawa arus keadLngan Churchill dan juga Stalin, mempengaruhi sikap Truman.Ditambah lagi kenyataan adanya ketidaksadaran kolektif AS kala itu sebagai akibat perang bertahun-tahun, kehausan untuk membalas dan menghancurkan musuh yang dibenci, serta ketidaksabaran untuk segera mengakhian waktu itu. Biaya besar dan bertahun-tahun membuat senjata baruserta harap bahwasenjata ini akan dipakai nantinya,lalu dukung Churahill dan juga stalin,semuanya mempengaruhi sikap Taruman.Ditambah lagi kenyatan adanya ketidaksadaran kolektif AS kalau itu sebagai akibat perang bertahun-tahun,khasus untuk membalas dan menghancurkan musuh yang dibenci, serta ketidaksabaran untuk segera mengakhirinya, juga sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan memakai bom atom terhadap Jepang. Namun tidak semua petinggi AS menyetujui keputusan Truman. Misalnya Jenderal Eisenhower yang baru memenangkan peperangan di Eropa, menilai pemakaian bom atom atas Jepang sebetulnya tidaklah perlu, sebab pada kenyataannya Jepang sebetulnya sudah kalah. Kepala Staf Kepresidenan Laksamana William Leahy pun melihat bahwa dipaksakannya pemakaian bom atom itu lebih dikarenakan mereka yang terlibat dalam proyek senjata yang telah tahunan memeras otak dan memakan biaya besar, ingin melihat hasil karya mereka dipakai. Jenderal H. Arnold yang memimpin kekuatan udara AD juga berpendapat bahwa dengan bom konvensional saja Jepang pun pasti dapat ditaklukkan. Sebagai pemegang jabatan Presiden AS, akhirnya memang Truman sendirilah yang harus memutuskan dan bertanggungjawab. Di lain pihak, hanya dengan suatu tindak kepahlawanan dan keberanian luar biasa, dia sebetulnya dapat melawan,arus psikologis waktu itu dengan berkata tidak terhadap penggunaan bom atom. Namun itu tidak terjadi, sehingga Truman pun menjadi alat dan sekaligus korban dari adanya bom atom. Begitu pula peringatan sejumlah pakar ketika itu bahwa pemakaian bom ini akan memicu lomba persenjataan sejenis, tidak diperhatikan. Padahal peringatan itu memang pro fertik dan terbukti sampai sekarang dengan ribut-ribut soal Korea Utara dan Iran. Ironisnya lagi, pemakai pertama bom atom tersebut kini bersikap dan bertindak seolah-olah dialah yang paling bersih tangannya……… Lebih jauh, logika digunakannya bom atom sebenarnya tidaklah berjauhan dari apa yang disebut praktek terorisme dewasa ini. Dikorbankannya begitu banyak penduduk sipil tidak berdosa dalam suatu penghancuran massal, demi tercapainya efek psikologis yang akan membuat Jepang tunduk sesuai kehendak AS, tidak lain adalah pelaksanaan teori klasik tentang teror. Dan hal itu memang berhasil meski dengan segala akibatnya terhadap kemanusiaan.(rb)
Little Boy and Fat Man
Lihat Foto-Foto Korban Bom Pemusnah Massal Ini :
http://www.mctv.ne.jp/~bigapple/
mngkn dengn doa dr orng2 yg di zolimi jepang akhirnya terkabull... jepang hancur lebur karena bom atom... jepang bgtu bngis kejam sadis pd saat mnjajah negara2 asia... dan pd akhirnya mereka kualat krn prbuatan ny semasa perang
ReplyDeletebetul betul
Delete