Masuknya Islam di Bumi Indonesia
 |
Foto : Mekah |
Islam merupakan salah satu agama
besar di dunia saat ini. Agama ini lahir dan berkembang di Tanah Arab.
Pendirinya ialah Rasulullah
Muhammad Saw. Agama ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas
rendahnya moral manusia pada saat itu. Manusia pada saat itu hidup dalam
keadaan moral yang rendah dan kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak lagi
mengindahkan ajaran-ajaran nabi-nabi sebelumnya. Hal itu menyebabkan manusia
berada pada titik terendah. Penyembahan berhala, pembunuhan, perzinahan, dan
tindakan rendah lainnya merajalela. Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama
baru ini mendapat tantangan dari lingkungannya, Rasulullah Muhammad Saw
kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun 622. Dari sinilah Islam
berkembang ke seluruh dunia.
Rasulullah Muhammad Saw mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah.
Pemerintahannya didasarkan pada pemerintahan Islam. Rasulullah Saw kemudian
berusaha menyebarluaskan Islam dengan memperluas wilayahnya.
Setelah Rasulullah Saw wafat pada tahun 632, proses menyebarluaskan Islam
dilanjutkan oleh para kalifah yang telah ditunjuk sendiri oleh Rasulullah Saw.
Sampai tahun 750, wilayah Islam telah meliputi Jazirah Arab, Palestina,
Afrika Utara, Irak, Suriah, Persia, Mesir, Sisilia, Spanyol, Asia Kecil, Rusia,
Afganistan, dan daerah-daerah
di Asia Tengah. Pada masa ini yang memerintah ialah Bani Umayyah dengan ibu kota Damaskus.

Pada tahun 750, Bani Umayyah dikalahkan oleh Bani Abbasiyah yang kemudian
memerintah sampai tahun 1258 dengan ibu kota di Baghdad. Pada masa ini, tidak
banyak dilakukan perluasan wilayah kekuasaan. Konsentrasi lebih pada
pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban Islam. Baghdad menjadi pusat
perdagangan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Setelah pemerintahan Bani Abbasiyah, kekuasaan Islam terpecah. Perpecahan
ini mengakibatkan banyak wilayah yang memisahkan diri. Akibatnya, penyebaran
Islam dilakukan secara perorangan. Agama ini dapat berkembang dengan cepat
karena Islam mengatur hubungan manusia dan TUHAN. Islam disebarluaskan tanpa
paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya.
Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan
kebudayaan Islam. Letak Indonesia
yang strategis menyebabkan timbulnya bandarbandar perdagangan yang turut
membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut
berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.
A. Peranan Kaum Pedagang
Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang
peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang
dari luar Indonesia
maupun para pedagang Indonesia.
 |
Foto : Jalur Perdagangan Indonesia dan International |
Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit
para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan
Samudra Pasai (Aceh) juga didatangi para pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk
menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran
antar pedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat.
Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan
agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui
perkawinan.
 |
Foto : Keramaian Para Saudagar Arab |
Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab,
Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama
dan budaya
Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah
ada penduduk Indonesia
yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak.
Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam
kepada sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai
berkembang di masyarakat
Indonesia.
Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah dengan
penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam.
Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul
sebuah komunitas Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah
pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir kesultanan-kesultanan Islam di
Nusantara.
B. Peranan Bandar-Bandar Pelabuhan di
Indonesia
 |
Foto : Perahu Yang Tengah Berlayar Di Laut Lepas |
Bandar atau pelabuahan merupakan tempat berlabuhnya kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang dari penjuru dunia. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai
tempat tinggal para pengusaha perkapalan.
Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia
memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang
penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam
kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian,
bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia.
Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam
pada umumnya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai.
 |
Foto : Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta |
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota
bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang,
Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa,
Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam.
Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam.
Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya.
Para pedagang di dalam kota mempunyai
perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan
dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh,
terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat,
Arab, dan Pegu.
Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan
Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada
pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).
C. Peranan Para
Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai
pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang
dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara
para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan
sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis
budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu,
para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan
Islam.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali).
Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri
kepada Allah. Para wali ini dekat dengan
kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya
seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan. Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau
susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti
berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke
Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di
Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan
perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama
di sekitar Surabaya.
Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.

(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam
di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.

(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang.
Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof.
Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura,
Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah.
Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria,
terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat
jelata.

(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Seorang pemimpin berjiwa besar.
D. Kapan dan dari mana Islam Masuk
ke Indonesia
Sejarah mencatat bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan Cina sudah memiliki hubungan dagang
dengan penduduk Indonesia.
Namun demikian, kapan tepatnya Islam hadir di Nusantara?
Masuknya Islam ke Indonesia
menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa pendapat mengenai
kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya
bahwa masuknya Islam ke Indonesia
pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman Dinasti Tang. Berita itu mencatat
bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa
Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.
 |
Foto : Marco Polo |
Abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan
tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan
perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak (Aceh)
pada tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama
Islam.
Bukti yang turut memperkuat pendapat ini ialah ditemukannya nisan makam Raja
Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297.
Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak,
bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut
strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan
internasional dari barat ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan
ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun
475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik.
Dilihat
dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu
dinasti di Persia.
Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu
tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M.
Agak ke
pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua
berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana
Majapahit.
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak
yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad
ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman
Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340
Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan
berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun
Jawa kuno.
Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa
oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan.
Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh
Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti
kedatangan Islam
ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434
M.
Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal
masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada
Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah
Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603.
Adapun penyiar agama Islam
di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik,
Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni
Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo.
Diperkirakan Islam di daerah
ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur,
Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.
0 comments:
Post a Comment