Thursday 6 March 2014

Riwayat Singkat Syekh Abdul Wahab Rokan, Ulama Besar Bumi Langkat


     Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
      إنَّ الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
  "Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits ini adalah hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi)

      Dari sini kita ketahui bahwa para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
      ثُمَّ أَوْرَثْناَ الْكِتاَبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْناَ مِنْ عِباَدِناَ
      "Artinya : "Kemudian kitab itu (Al-Qur'an) Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.”(Fathir: 32).

    Abu Muslim Al-Khaulani rahimahullah mengatakan: “Ulama di muka bumi ini bagaikan bintang-bintang di langit. Apabila muncul, manusia akan diterangi jalannya dan bila gelap manusia akan mengalami kebingungan.” (Tadzkiratus Sami’, hal 34).

      Al-Imam Al-Ajurri rahimahullah dalam muqaddimah kitab Akhlaq Al-Ulama mengatakan: Mereka lebih utama dari ahli ibadah dan lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang zuhud. Hidup mereka merupakan harta ghanimah bagi umat dan mati mereka merupakan musibah. Mereka mengingatkan orang-orang yang lalai, mengajarkan orang-orang yang jahil. Tidak pernah terlintas bahwa mereka akan melakukan kerusakan dan tidak ada kekhawatiran mereka akan membawa menuju kebinasaan. Dengan kebagusan adab mereka, orang-orang yang bermaksiat terdorong untuk menjadi orang yang taat. Dan dengan nasihat mereka, para pelaku dosa bertaubat. 

      Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
      إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
      "Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir: 28). 
     Ayat ini merupakan pembatasan bahwa orang yang takut kepada Allah adalah ulama.” (Miftah Dar As-Sa’adah 1/225).

     Riwayat Hidup dan Pendidikan Syekh Abdul Wahab Rokan
 
 
Syekh Abdul Wahab Rokan
  Nama lengkap Syekh Abdul Wahab Rokan adalah Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-Naqsyabandi, terkenal dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam (Besilam)”, Faqih Muhammad gelarnya, dan Abu Qosim demikian nama kecilnya. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai, keturunan dari raja-raja Siak. Sedangkan ibunya bernama Arba’iah binti Datuk Dagi binti Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim, kepenuhan (Riau) dan masih mempunyai pertalian darah dengan Sultan Langkat.

   Ketika wafatnya, Haji Abdullah Tembusai meninggalkan 670 anak cucu. Salah seorang putra beliau bernama M.Yasin menikah dengan seorang wanita dari suku Batu Hampar, dari hasil pernikahan ini kedua sepasang suami istri ini melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Abdul Manaf, yaitu ayah kandung Syekh Abdul Wahab Rokan.  

    Beliau dilahirkan pada tanggal 19 Rabi’ul Akhir 1230 H. bertepatan dengan 28 September 1811 M. di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Sumatera Timur, (Sekarang Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kab. Rokan hulu, Propinsi Riau). Dan wafat pada tanggal 21 Jumadil awal 1345 H. bertepatan dengan 27 Desember 1926 M. di Babussalam, Tanjungpura, Sumatera Timur (Sekarang Sumatera Utara). Abdul Wahab tumbuh di lingkungan keluarga yang menjunjung agamanya. Nenek buyutnya, H Abdullah Tembusai, dikenal sebagai seorang ulama besar merupakan golongan dari raja-raja yang sangat berpengaruh dan disegani pada zamannya.

     Dengan titisan darah tersebut, Syekh Abdul Wahab sejak kecilpun telah terdidik, terutama untuk pelajaran agama. Demi menghapal AlQuran, Syekh Abdul Wahab kecil tak jarang bermalam, di rumah gurunya. Ia pun patuh pada guru, bahkan kerap mencucikan pakaian orang yang mendidiknya itu. Keistimewaan telah tampak sejak Wahab masih bocah. Suatu ketika, saat orang terlelap pada dinihari, Abdul Wahab masih menekuni AlQuran. Mendadak muncul seorang tua mengajarinya membaca aLQuran. Setelah rampung satu khatam, orang tua itu menghilang.

     Pada permulaan belajar ilmu agama, Syekh Abdul Wahab Rokan belajar pada Tuan Baqi di tempat kelahirannya, selain itu beliau juga belajar membaca al-Qurân kepada H.M. Sholeh, seorang alim besar asal Minangkabau sampai tamat. Kemudian Syekh Abdul Wahab Rokan melanjutkan studinya ke Tembusai dan berguru dengan Maulana Syekh Abdullah Halim dan Syekh Muhammad Shaleh Tembusai. Dari keduanya dipelajarinya berbagai ilmu dalam bahasa arab, antara lain kitab-kitab Fathul Qorîb, Minhâju al-Thâlibîn, Iqna’ (Fiqih), Tafsîr Jamâl, Nahwu, Sharaf, Balâghah, Manthiq, tauhîd, Arûdh dan lain-lain. Karena kepintarannya dalam menyerap ilmu-ilmu dari gurunya dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu tersebut, digelarlah ia dengan “Faqih Muhammad”, artinya orang yang ahli dalam ilmu Fiqih.

 
   
    Setelah menamatkan studinya dengan dua ulama terkemuka tersebut, Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmupada tahun (1846 M). Abu Qosim (nama kecil Syekh Abdul Wahab Rokan) berangkat ke Semenanjung Melayu untuk menambah ilmu pengetahuan dan tinggal di Sungai Ujung (Simunjung), Negeri Sembilan. Di tempat ini ia belajar kepada Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau, seorang ulama terkemuka yang berasal dari minangkabau. Syekh H. Muhammad Yusuf kemudian diangkat sebagai mufti di Kerajaan Langkat dan digelari “Tuk Ongku”. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Faqih Muhammad berdagang di kota Malaka. Menariknya, berkat kesalihannya, ia menyuruh pembeli menimbang sendiri barang yang dibeli. Ini demi menghindarkan kecurangan.

    Setelah dua tahun di Malaka Karena Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka. Ia seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu. (1848 M). Selama enam tahun di Mekkah ia belajar kepada ulama-ulama terkenal seperti Saidi Syarif Zaini Dahlan (mufti mazhab Syafi’i), seorang ulama terkenal berasal dari Turki. Kemudian ia juga berguru dengan Syekh Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dan ulama bangsa Arab lainnya. Kepada ulama-ulama Jawi Atau Asia ia belajar kepada Syekh Muhammad Yunus bin Abdurrahman Batubara Asahan, Syekh H. Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, Syekh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani, Syekh Abdul Qodir bin Abdurrahman Kutan al-Kalantani, Syekh Wan Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain.

   Selama enam tahun pada guru-guru ternama pada saat itu. Di sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan tarekat pada Syekh Sulaiman Zuhdi sampai akhirnya ia memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”.

     Pada saat belajar di Mekah, Syekh Abdul Wahab dan murid-murid yang lain pernah diminta untuk membersihkan tandas dan kamar mandi guru mereka. Saat itu, kebanyakan dari kawan-kawan seperguruannya melakukan tugas ini dengan ketidakseriusan bahkan ada yang enggan. Lain halnya dengan Syekh Abdul Wahab. Ia melaksanakan perintah gurunya dengan sepenuh hati. Setelah semua rampung,

   Sang Guru lalu mengumpulkan semua murid-muridnya dan memberikan pujian kepada Syekh Abdul Wahab sambil mendoakan,
 
    mudah-mudahan tangan yang telah membersihkan kotoran ini akan dicium dan dihormati oleh termasuk para raja. Menyimak ketekunan muridnya, suatu ketika Sulaiman Zuhdi, resmi mengangkat Syekh Abdul Wahab sebagai khalifah besar. Pengukuhan itu diiringi dengan bai’ah dan pemberian silsilah tarekat Naqsyabandiyah yang berasal dari Nabi Muhammad SAW hingga kepada Sulaiman Zuhdi yang kemudian diteruskan kepada Wahab. Ijazahnya ditandai dengan pemberian dua gelar.

   Ia pun mendapat gelar Al Khalidi Naqsyabandi. Kemudian mendapat ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-khalidi an-Naqsyabandi. Tak lama Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Abdul Wahab Rokan kembali ke tanahairnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah.
  
     Di namakan Syekh Abdul Wahab dengan “Rokan”, karena ia berasal dari daerah Rokan, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Di namakan dengan “al-Khalidi”, karena ia menganut tarekat periode Syekh Khalid sampai pada masanya. Dan dinamakan ia dengan “an-Naqsyabandi”, karena ia menganut tarekat yang ajaran dasarnya berasal dari Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Menurut silsilah urutan pengambilan tarikat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan adalah keturunan ke-32 dari Rasulullah Saw. Setelah kurang lebih enam tahun di Makkah, ia kembali ke Riau. Di sana, ia yang saat itu berusia 58, mendirikan Kampung Mesjid. Dari sana, ia mengembangkan syiar agama dan tarekat yang dianutnya, hingga Sumatra Utara dan Malaysia.

     Kampung Tarekat

    Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan pulang ke tanah air pada tahun 1854 M dan dari sinilah awal karier penyebaran ilmu agama dan thoriqoh dimulai.dalam tahun itu juga. Pada masa awal, beliau mengajar di Tanjung Mesjid, daerah Kubu Bagan Siapi-api, Riau. Namun pada tahun 1856 M beliau mulai mengembangkan tidak hanya di Tanjung masjid, akan tetapi juga mengajar di Sungai Mesjid, daerah Dumai, Riau. Setelah itu beliau mulai merambah daerah di Kualuh, wilayah Labuhan Batu tahun 1860 M. Dan mengajar di Tanjung Pura, Langkat tahun 1865 M. Serta mengajar di Gebang tahun 1882 M, dan dalam tahun 1883 berpindah ke Babussalam, Padang Tualang, Langkat.    

 
   Di Babussalamlah dijadikan sebagai pusat seluruh aktivitas, sebagai pusat tarbiyah zhahiriyah, tarbiyah ruhaniyah dan dakwah membina umat semata-mata mengabdi kepada Allah SWT. Dari sana, ia mengembangkan syiar agama dan tarekat yang dianutnya. Lama kelamaan muridnya banyak dan menyebar hingga ke Asia Tenggara. Sankin terkenalnya, raja-raja diwilayah Riau dan Sumatra Utara pun akhirnya mengundangnya.

   Pada suatu waktu Sultan Musa Al-Muazzamsyah dari Kerajaan Langkat masa itu  mengundangnya. Saat itu sang raja sedang dirudung kesedihan. Pasalnya putranya sakit parah dan akhirnya wafat. Syekh HM Nur yang sahabat karib Abdul Wahab ketika di Makkah yang kala itu menjadi pemuka agama di kerajaan memberikan saran agar Sultan bersuluk di bawah bimbingan Abdul Wahab. Sultan menyetujui dan mengundang Abdul Wahab.

   Abdul Wahab pun akhirnya datang ke Langkat. Di sana ia mengajarkan tarekat Naqsyahbandi dan bersuluk kepada Sultan. Setelah berulang bersuluk (Suatu Cara Beribadah Menurut Ajaran Islam), Sultan Musa memenuhi saran Wahab menunaikan ibadah haji. Di tanah suci sang Raja juga bersuluk kepada Sulaiman Zuhdi di Jabal Kubis.

   

    Berkat kekariban hubungan guru-murid, Sultan Musa menyerahkan sebidang tanah di tepi Sungai Batang Serangan, sekitar 1 km dari Tanjung Pura. Sultan berharap gurunya dapat mengembangkan syiar agama dari tanah pemberiannya. Wahab menyetujui dan menamakan kampung itu Babussalam (pintu keselamatan).

    Dalam tarikh 12 Syawal 1300 H/12 Agustus 1883 M Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan bersama 160 orang pengikutnya dengan menggunakan 13 buah perahu mengarungi sungai Serangan menuju perkampungan peribadatan dengan undang-undang atau peraturannya tersendiri yang dinamakan Babussalam.


    Pendidikan mengenai keislaman diterapkan setiap hari dan malam, sembahyang berjemaah tidak sekali-kali diabaikan. Tilawah al-Quran, selawat, zikir, terutama zikir menurut kaedah Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan lain-lain sejenisnya semuanya dikerjakan dengan teratur di bawah bimbingan Syeikh Mursyid dan khalifah-khalifahnya. Syeikh Mursyid adalah Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan sendiri. Khalifah ada beberapa orang, pada satu ketika di antara khalifah terdapat salah seorang yang berasal dari Kelantan. Beliau ialah khalifah Haji Abdul Hamid, yang masih ada kaitan kekeluargaan dengan Syeikh Wan Ali bin Abdur Rahman Kutan al-Kalantani.


  
   Babussalam berkembang pesat menjadi kampung yang mempunyai otonomi khusus. Kampung ini kemudian dikenal sebagai daerah basis pengembangan tarekat Naqsyahbandiyah di Sumatra Utara. Bahkan Abdul Wahab sempat membentuk pemerintahan sendiri di Babussalam. Diantara yang paling menarik adalah membuat Lembaga Permusyawaratan Rakyat (Babul Funun).
 
    Kendati terjalin erat, hubungan Wahab dan Sultan pernah juga mengalami pasang surut. Keduanya sempat renggang. Kala itu Syekh Abdul Wahab difitnah membuat uang palsu. Akibatnya, Sultan memerintahkan penggeledahan ke rumahnya. Namun kemudian tidak terbukti. Kedanya saling memaafkan. Namun seusai peristiwa Abdul Wahab memutuskan untuk pindah ke Malaysia. Konon kepindahannya ini mengakibatkan sumur minyak di Pangkalan Brandan surut penghasilannya.
      
   Syekh Abdul Wahab Rokan bukanlah sosok yang terkenal dalam pergerakan melawan imperialisme Belanda, tapi ia aktif dalam mengarahkan strategi perjuangan non fisik sebagai upaya melawan sistem kolonialisme. Ini Dapat Terlihat Dimana Ia Pernah mengirim utusan ke Jakarta untuk bertemu dengan H.O.S. Tjokroaminoto dan mendirikan cabang Syarikat Islam di Babussalam di bawah pimpinan H. Idris Kelantan. Nama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan sendiri tercantum sebagai penasihat organisasi. Beliau juga pernah ikut terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H. Menurut cerita dari pihak Belanda yang pada saat itu sempat mengambil fotonya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa, menyerang dengan gagah perkasa, dan tidak dapat ditembak dengan senapang atau meriam. Sebagai seorang yang sangat dipuja pengikutnya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan cukup dikeramatkan oleh penduduk setempat. Sejumlah cerita keramat tentang beliau yang cukup populer di kalangan masyarakat Langkat diantaranya : pada suatu masa pihak Belanda merasa curiga karena ia tidak pernah kekurangan uang. Lantas mereka menuduhnya telah membuat uang palsu. Ia merasa sangat tersinggung, sehingga ia meninggalkan Kampung Babussalam dan pindah ke Sumujung, Malaysia.

Sebagai informasi, pada saat itulah kesempatan beliau mengembangkan tarekat Naqsabandiyah di Malaysia, di mana masih sangat banyak hingga saat ini. Nah, selama kepergiannya itu, konon sumber-sumber minyak BPM Batavsche Petroleum Matschapij (sekarang Pertamina) di Langkat menjadi kering. Kepah dan ikan di lautan sekitar Langkat juga menghilang sehingga menimbulkan kecemasan kepada para penguasa Langkat. Akhirnya ia dijemput dan dimohon untuk menetap kembali di Babussalam. Setelah itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di lautan. Kaum buruh dan nelayan senang sekali.


     Ada peristiwa lain yang menyebabkan Syekh Abdul Wahab juga pernah di fitnah penjajah Belanda dengan cara mempengaruhi Sultan. Mulanya, berbekal potret Tuan Guru Sheikh Abd Wahab, Tuan Guru Babussalam demikian panggilan kehormatannya dituduh Belanda turut bertempur membantu pejuang Aceh melawan Belanda. Padahal, pada saat bersamaan, pengikutnya menegaskan bahwa Tuan Guru sedang berdzikir di kamarnya. (Pada Masa Itu Belanda Merupakan Sekutu/Pihak Yang Mendukung Kesultanan Langkat)

   Note: Menurut cerita dari murid beliau ketika gurunya selesai berzikir dan keluar dari kamarnya terdapat noda darah dari pakaian beliau seolah2 beliau baru pulang dari medan perang wallahualam

    Syekh Abdul Wahhab Rokan merupakan salah satu dari ulama Nusantara yang punya nama besar dan kabarnya mengglobal/mendunia melampaui tanah kelahiran dan daerah asalnya. Bagi masyarakat Langkat Sumatera Utara, Shekh Abdul Wahab Rokan adalah icon peradaban dan perkembangan keislaman. Melalui jasa beliaulah, Islam tersebar kepada masyarakat luas. Kealiman, kezuhudan, aktivitas dan produktivitasnya dalam berkarya dan berdakwah meninggalkan khazanah yang serasa tidak pernah habis digali oleh generasi sekarang.

   Tokoh sejarawan Belanda, Martin Van Bruinessen menulis tentang Shekh Abdul Wahab Rokan:
   Seorang Shekh Melayu (Abdul Wahab Rokan), hanya dengan sendirian saja mempunyai pengaruh di kawasan Sumatera dan Malaysia sebanding dengan apa yang dicapai para Shekh Minangkabau seluruhnya.

     Fitnah Belanda

    Sungguh pun Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan terkenal kezuhudannya, namun beliau tidak mengabaikan perjuangan duniawi, hal ini dibuktikan oleh beliau bersama-sama dengan Sultan Zainal Abidin, Sultan Kerajaan Rokan dan Haji Abdul Muthallib, Mufti Kerajaan Rokan pernah mengasaskan Persatuan Rokan. Persatuan Rokan bertujuan secara umumnya adalah untuk kemaslahatan dan kebajikan Rokan. Walau bagaimana pun tujuan utamanya adalah perjuangan kemerdekaan untuk melepaskan Kerajaan Rokan dari penjajahan Belanda. Pembahagian kerja Persatuan Rokan ialah Sultan Zainal Abidin sebagai pelaksana segala urusan luar negeri. Haji Abdul Muthallib menjalankan pekerjaan-pekerjaan dalam negeri dan Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab dengan menerapkan pendidikan juga memberi semangat pada masyarakat.

    Pada suatu saat Babussalam pernah dihancurkan oleh Belanda dan mengakibatkan tuan guru dan para pengikutnya akhirnya mengungsi. Setelah dirasa aman, maka beliau kembali ke Babussalam, setelah terharu menyaksikan kampung yang dibangunnya menjadi sepi dan hancur, Tuan Guru bersama pengikutnya, kembali membangun Babussalam dan menetap kembali disana. Tak sekadar berkembang pesat, Tuan Guru bersama Babussalam tumbuh sebagai basis Islam yang disegani.

   Tak ayal, pemerintah kolonial Belanda berusaha menjinakkannya. Salah satunya dengan tipu daya berupa memberi gelar kehormatan. Pada tahun 1342 H/1923 M Asisten Residen Belanda bersama Sultan Langkat menyematkan Bintang Emas untuk Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan. Wakil pemerintah Belanda menyampaikan pidatonya pada upacara penyematan bintang itu, Adalah Tuan Syeikh seorang yang banyak jasa mengajar agama Islam dan mempunyai murid yang banyak di Sumatera dan Semenanjung dan lainnya, dari itu kerajaan Belanda menghadiahkan sebuah Bintang Emas kepada Tuan Syeikh. Namun demikian, penyematan bintang seperti itu bukanlah merupakan kebanggaan baginya, mungkin sebaliknya bahawa bisa saja ada maksud-maksud tertentu daripada pihak penjajah Belanda untuk memperalatkan beliau untuk kepentingan kaum penjajah yang sangat licik itu.

    Oleh karena itu, dengan tegas Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan berkata saat itu juga,
   Jika saya dipandang sebagai seseorang yang banyak jasa, maka sampaikanlah pesan (amanah) saya kepada Raja Belanda agar ia segera masuk Islam.''

    Tuan Guru menilai bahwa pemberian bintang itu merupakan pengingat yang diberikan oleh Allah kepadanya secara tidak langsung. Setelah kejadian itu, ia meminta pengikutnya lebih giat dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sedangkan bintang kehormatan itu pun kemudian diserahkan kepada Sultan Langkat untuk dikembalikan kepada Belanda.

   Tuan Guru wafat di usia 115, pada 21 Jumadil Awal 1345 H (27 Desember 1926), meninggalkan 4 istri, 26 anak, dan puluhan cucu. Hingga kini makamnya diziarahi ribuan umat, terutama setiap peringatan hari wafat (haul).

     Murid

    Murid Syeikh Abdul Wahhab Rokan sangat ramai: Di antara muridnya yang dianggap mursyid dan khalifah dan yang sangat giat menyebarkan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Batu Pahat, Johor ialah Syeikh Umar bin Haji Muhammad al-Khalidi. Muridnya yang lain ialah Syeikh Muhammad Nur Sumatera. Murid Syeikh Muhammad Nur Sumatera ialah Haji Yahya Laksamana al-Khalidi an-Naqsyabandi, Rambah, Sumatera. Beliau ini adalah penyusun buku berjudul Risalah Thariqat Naqsyabandiyah Jalan Ma'rifah, cetakan pertama tahun 1976 di Malaysia, diterbitkan oleh pengarangnya sendiri.

     Karya

     Tidak banyak diketahui hasil penulisan Tuan Guru Syeikh Abdul Wahhab Rokan. Saat ini yang dapat dipelajari ialah:

1   . Munajat, merupakan kumpulan puji-pujian dan pelbagai doa.
2   . Syair Burung Garuda, merupakan pendidikan dan bimbingan remaja .
3   . Wasiat, merupakan pelajaran adab murid terhadap guru, akhlak, dan 41 jenis wasiat.

     Beberapa Petikan 41 wasiat yang dimaksudkan beliau diantaranya:

  Hendaklah kamu sekalian masyghul dengan menuntut ilmu Quran dan kitab kepada guru-guru yang mursyid. Dan hinakan diri kamu kepada guru kamu dan perbuat apa-apa yang disuruhnya. Jangan bertangguh. Dan banyak-banyak bersedekah kepadanya. Dan seolah-olah diri kamu itu hambanya.

    Dan jika sudah dapat ilmu itu maka hendaklah kamu ajarkan kepada anak cucu, kemudian kepada orang lain. Dan kasih sayang kamu akan muridmu seperti kasih sayang akan cucu kamu. Dan jangan kamu minta upah dan makan gaji sebab mengajar itu, tetapi minta upah dan gaji itu kepada Tuhan Esa lagi Kaya Murah, iaitu Allah Ta'ala.

  Apabila kamu sudah baligh hendaklah menerima Thariqat Syaziliyah atau Thariqat Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku. 

     Sesudah beliau wafat, banyak orang yang berziarah dan bernazar ke kuburnya. Konon pula, ada pengunjung yang ingin meminta anak laki-laki setelah ia mempunyai 8 anak perempuan. Tak lama kemudian ia akhirnya mendapatkan anak laki-laki. Banyak lagi cerita-cerita keramat di seputar sosok Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan dan kuburannya.

     Setahun sekali, bertepatan dengan hari wafat Tuanku Guru Abdul Wahab Rokan tanggal 27 Desember 1926, diadakan acara haul besar memperingati wafatnya Tuan Guru Pertama Ini.


Foto Bangunan Masjid Desa Babussalam/Besilam :



Foto Tuan Guru Masa Sekarang :

Pemikiran Sufistik Syekh Abdul Wahab Rokan
Syekh Abdul Wahab menulis Syair Sindiran dalam tiga bagian yang berbeda. Meskipun demikian tidak ada penjelasan mengapa hal ini dilakukakannya. Bagian pertama memuat lima puluh tiga (53) bait, bagian kedua memuat dua puluh lima (25) bait, sedangkan bagian ketiga berisi enam belas (16) bait yang setiap baitnya terdiri dari empat baris.

Menurut Syekh Abdul Wahab, Syair Sindiran ini ditulisnya ketika sedang berada di Malaysia, tepatnya di daerah Batu Pahat, Rantau Panjang.

Awal menyurat di Batu Pahat
Rantau Panjang namanya tempat
Dibuat syair akan nasehat
Hendaklah dibaca kuat-kuat 

Syair Sindiran ditulis untuk seluruh murid-muridnya sebagai sebuah nasehat berharga dari seorang guru. Syair ini ditulis dengan cara sindiran (kinayah) untuk menjadi ibarat (pelajaran) sehingga membuat orang merasa nyaman, tidak merasa tersinggung atau terlecehkan. Syair Sindiran ini dapat diselesaikan -diungkapkan oleh Syekh Abdul Wahab dengan kerendahan hati- hanya dengan pertolongan Allah yang Rahman. 

Faqir membuat akan sindiran
Dengan pertolongan Tuhan Rahman
Siapa-siapa membaca ingatlah tuan
Janganlah lalai sekalian ikhwan 

Nasehat dalam bentuk syair ini bukan sekedar untuk diketahui, namun diharapkan menjadi suatu amalan tersendiri sebagai bekal hidup di dunia yang menjadi tempat tanggal sementara. Pernyataan “hendaklah dibaca kuat-kuat” dan “janganlah lalai sekalian ikhwan” menunjukkan agar syair dibaca, dipahami, diperdengarkan (diajarkan) kepada orang lain serta tentu saja diamalkan. Namun demikian, Syekh Abdul Wahab menggarisbawahi bahwa jika nasehat yang diberikannya tidak semua bisa dilakukan, maka amalkan sebatas apa yang dapat diamalkan sesuai dengan kemampuan dan usaha yang telah diupayakan.

 Tamatlah sudah syair nasehat
Hendaklah ikhwan sekalian ingat 
Serta faham segala ibarat
Serta amalkan mana-mana yang dapat 

Syair Sindiran yang diawali dengan menyebut asma Allah seraya mengharap ampunan-Nya ditujukan sebagai nasehat mengingat mati (zikr al-maut), karena diri akan berpindah ke alam barzakh.

Dimulai syair dengan bismillah
Memohonkan ampun kepada Allah
Faqir mengarang berbuat lelah
Diperbuat sindiran ibarat berpindah 
Inilah sindiran lama bertambah
Mengarang syair ibarat berpindah
Syair ibarat yang amat indah
Ingatlah diri akan berpindah

Kematian, menurut Syekh Abdul Wahab sesungguhnya adalah hal yang pasti akan menjumpai siapapun yang hidup. Karenanya nasehat ini adalah salah satu cara untuk mengingatkan orang akan hidup yang tidak kekal dan pasti berakhir.

Wahai sekalian adik dan kakak 
Ingat-ingat janganlah tidak
Mati itu tak boleh tidak
Pikirlah tuan adik dan kakak 

Berbeda dengan Syair Sindiran, dalam 44 Wasiat, Syekh Abdul Wahab memberikan penekanan kepada anak cucunya untuk mengamalkan pesan dan nasehatnya. Ia mengingatkan : 

“Hendaklah simpan surat wasiat ini satu surat satu orang. Bacalah sejum’at sekali atau sebulan sekali, sekurang-kurangnya setahun sekali. Amalkan apa-apa yang tertulis di dalam wasiat ini supaya kamu dapat martabat yang tinggi dan kemuliaan yang besar dan kaya dunia akhirat”. 

Penekanan ini bahkan ia tegaskan lagi dengan menyatakan :

“Wahai anak cucuku, jangan sekali-kali engkau permudah dan jangan kamu ringan-ringankan wasiatku ini, karena wasiatku ini datang dari pada Allah dan Rasul dan daripada Guru-Guru yang pilihan, dan telah kuterima kebajikan wasiat ini”. 

Sekian Dari Saya Mohon Maaf Apabila Terdapat Kekurangan Dan Kekhilafan, Tak Ada Gading Yang Tak Retak Saya Hanyalah Manusia Biasa Penuh Dengan Kekurangan Saya Hanya Berharap Semoga Apa Yang Saya Sampaikan Melalui Laman Blog Ini Dapat Memberikan Sedikit Ilmu Pengetahuan, Semoga Bermanfaat Untuk Pembaca, Terima Kasih Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


12 comments:

  1. terima kasih sebab telah menulis artikel ini,,,,dan semoga allah memberikan kebahagiaan sebagaimana bahagia yg awak rasakan setelah membaca tulisan ne.....

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Salam. Saya sedang mencari sejarah Dan salasilah datuk saya yang datang bersama sheikh Abdul wahab rokan bersama 160 pengikutnya. Boleh hubungi saya ehsaniali1212 @gmail.com. terima kasih saudara.

    ReplyDelete
  4. semoga Allah selalu memberkahi tanah besilam tempat umat menimba ilmu dan tempat tanah kelahiran ku, tempat ibu ku di kuburkan.

    ReplyDelete
  5. Mantap Pak! Bertambah Wawasan saya, Terimakasih..

    ReplyDelete
  6. Teringat Besilam..teringat buyutku dipemakaman besilam..riza m fahmi bin Burhanudin bin Badarudin bin (Nazarudin Jum'in) bin Safiudin (banten)...terimaksih atas tulisan sejarah diatas...semoga saya mendapatkan pembelajaran..

    ReplyDelete
  7. Saya juga ada hub kekeluargaan dengan istri syeh AWR yg dari batu pahat malaysia.

    ReplyDelete
  8. Semoga bermanfaat untuk kita semua aamiin.

    ReplyDelete