Monday 17 March 2014

Riwayat Singkat Sastrawan Indonesia Chairil Anwar

Chairil Anwar
Pujangga angkatan 45 ini, merupakan kelahiran Medan, Sumatera Utara Pada Tanggal 26 Juli 1922. Adalah putra Tunggal Dari Seorang Ayah Yang Bernama Tulus,juga merupakan Mantan Bupati Kabupaten Indragiri Riau, Sumatra Barat Dan Ibunya Bernama Saleha berasal dari nagari Situjuh.

Mengawali pendidikan dengan bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Kemudian melanjutkan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama belanda, tetapi tidak sampai tamat. Walaupun latar belakang pendidikannya terbatas, Chairil menguasai tiga bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman.

Dibesarkan dalam keluarga yang bisa dibilang cukup berantakan. orang tuanya bercerai, kemudian ayahnya menikah lagi dan selepas SMA Chairil ikut ibunya ke Batavia yang sekarang bernama Jakarta.

Sejak kecil, Chairil terkenal dengan semangatnya yang membara. Seorang teman dekatnya
Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.

Dalam hidupnya pun ia amat jarang berduka. Salah satu kepedihan terhebat adalah saat nenek tercintanya meninggal dunia, sebab chairil sangat dekat dengan nenek sejak ia kecil.

Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:
 “Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta”.

Setelah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Chairil berkenalan dengan dunia sastra diusia 19 tahun, dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan. Di majalah Pandji Pustaka untuk pertama kalinya ia mengirimkan puisi-puisinya untuk dimuat, namun banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.

Ketika berusia dua puluh tahun, tulisannya dimuat di Majalah Nisan pada 1942, setelah itu namanya mulai dikenal dan karya-karya lainnya tercipta bahkan sangat fenomenal hingga saat ini, diantaranya “Krawang Bekasi” dan “Aku”.

Ia terkenal dengan puisinya yang berjudul “Aku” dan mendapat julukan ‘Si Binatang Jalang’ karena puisinya itu. puisi-puisinya mayoritas bertemakan kematian, individualisme, dan ekstensialisme. Karya-karya Chairil dikompilasikan dalam tiga buku, yaitu Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir yang merupakan kumpulan puisi bersama Asrul Sani dan Rivai Apin (1950), serta diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Jerman, dan Spanyol.

Waktunya selalu diisi dengan membaca pengarang internasional ternama yang sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia. Seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron.

Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Dia juga menulis sajak “Persetujuan dengan Bung Karno”, yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.
Bahkan sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” juga banyak diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka. Oleh H.B. Jassin seorang pengarang, penyunting dan kritikus sastra ternama indonesia menobatkan chairil anwar sebagai pelopor Angkatan ’45 dan puisi modern Indonesia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin.

Ketika Chairil menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Chairil diketahui menjalin hubungan dengan banyak wanita dan Hapsah adalah satu-satunya wanita yang pernah dinikahinya walaupun ikatan suci tersebut tidak berlangsung lama. Perceraian itu dikarenakan gaya hidup Chairil yang tidak berubah bahkan setelah memiliki istri dan anak. Pernikahan tersebut menghasilkan seorang putri yang bernama Evawani Chairil Anwar yang sekarang berprofesi sebagai notaris.

Chairil meninggal diusia yg belum genap 27 tahun di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April 1949. Banyak versi tentang penyebab kematinnya, mulai dari gaya hidupnya semrawut sehingga kondisi fisiknya yang terus melemah dan penyakit yang dideritanya diantaranya TBC kronis.

Sang Pujangga diSemayamkan di Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Itulah Takdir, Dan Takdir Tak Pernah Memperhitungkan Apa Yang Telah Kita Perbuat. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949.

Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar. diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.


0 comments:

Post a Comment